23 Maret 2010

Teknik Radiografi Sialografi

PENGERTIAN
Sialografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian kelenjar ludah beserta salurannya dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa. Kelenjar ludah terdiri dari 3 bagian :
1. Kelenjar parotis dengan salurannya, disebut saluran stensen
2. Kelenjar sub mandibula / sub maksila, disebut saluran Wharton
3. Saluran sub lingual, disebut saluran bartholin



INDIKASI
• Calculi
• Fistel pada saluran
• Divertikel
• Cyst
• Peradangan
• Stenosis

KONTRA INDIKASI
Inflamasi ductus dan alergi media kontras.

PERSIAPAN ALAT
• Spuit 2-5 cc
• Kateter dan canule sialografi ( bila tidak ada dapat menggunakan abocath )
• Alkohol
• Bengkok
• Media kontras ( Water Soluble )
• Kortison
• Pastiles / permen asam
• Antihistamin dan cortisone
• Plaster

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Pasien tidur supine dan dibuat foto plain AP dan lateral.
2. Pasien diberi pastiles untuk merangsang air liur keluar.
3. Melalui keluarnya air liur dimasukkan jarum sialo dan dihubungkan dengan kateter dan diplester ke kulit.
4. Ujung kateter dihubungkan dengann spuit yang berisi kontras.
5. Kontras disuntikkan dan difoto.
6. Setelah selesai pemotretan pasien diberi minum asam supaya semua kontras terangsang keluar.

POSISI PEMOTRETAN

1. AP Tangensial (Untuk melihat kelenjar parotid)
Posisi Pasien
Supine/duduk

Posisi Obyek
• Kelenjar parotid ditempelkan pada tengah kaset.
• Kepala ditempatkan pada posisi AP.
• Kepala dimiringkan pada sisi yang diperiksa.
• Kelenjar parotid tegak lurus pada pertengahan film.
• Ramus mandibula sejajar film dan occipital rapat pada film.
• Kaset 18 x 24 cm.

Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

Central Point
Pada ramus bagian luar

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
• Terlihat jaringan lunak.
• Kelenjar parotid terlihat pada posisi lateral.
• Terlihat ductus stensen’s.
• Mastoid overlapping dengan batas atas dari kelenjar parotid.

2. Lateral Eisler (Untuk melihat kelenjar parotid dan submaxilaris)
Posisi Pasien
Semiprone/berdiri

Posisi Obyek (Untuk melihat kelenjar parotid)
• Kepala berada pada posisi lateral.
• Pertengahan film 1 inchi di atas angulus mandibula.
• MSP dirotasikan kedepan 150 dari posisi lateral.
• Kaset 18 x 24 cm



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

Central Point
Pada angulus sebelah luar

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
• Tampak kelenjar parotid superposisi di atas ramus mandibula.
• Ramus mandibula terlihat tidak overlapping dengan vertebrae cervicalis.



Posisi Obyek (Untuk kelenjar sub maksilaris)
• Kepala true lateral di atas kaset.
• Margo inferior dari angulus mandibula pada pertengahan kaset.
• Kaset 18 x 24 cm

Central Ray
Tegak lurus pada kaset

Central Point
Pada angulus mandibula sebelah luar

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
• Tampak kedua ramus dan angulus mandibula superposisi.
• Kelenjar submaksilaris berada pada ramus dan angulus yang superposisi tersebut.

3. Submentovertex (Untuk melihat kelenjar submaksilaris dan sublingual)
Poisi Pasien
Supine/submentovertikel

Posisi Obyek
• Kepala ekstensi penuh dan vertex rapat pada kaset.
• Film diberi marker L/R dan diplester.
• Kaset dipasang melintang.
• Ujung film pada mulut rapat pada margo anterior dari ramus mandibula.
• Kaset 18 x 24 cm



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset

Central Point
Menuju langsung ke perpotongan MSP dengan coronal plain melalui molar

Kriteria Radiograf
• Terlihat soft tissue dari dasar mulut.
• Terlihat kelenjar sublingual dan duktusnya.
• Terlihat kelenjar submaksilaris pada bagian anteromedial.



4. Proyeksi Lateral Oblique
Posisi Pasien
Semiprone/oblique

Posisi Obyek
• Kepala ditempatkan pada kaset, daerah corpus mandibula berada ditengah kaset.
• Kepala ditengadahkan supaya kelenjar parotis rapat pada film.
• Kaset 18 x 24 cm

Central Ray
250 cephalad

Central Point
Di bawah angulus mandibula sebelah luar/pada sisi yang dekat

FFD
90-100 cm

Kriteria Radiograf
Tampak duktus dan kelenjar parotis overlapping dengan ramus mandibula dan columna vertebrae cervical.

Teknik Radiografi Oesophagografi/Barium Swallow

PENGERTIAN
Oesophagografi/Barium Swallow adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian oesophagus dan pharynx dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.

TUJUAN
Semua proyeksi bertujuan untuk melihat strictura, benda asing, kelainan anatomis, tumor dan struktur dari oesophagus.

INDIKASI
 Achalasia ( Penurunan pergerakan peristaltic 2/3 distal oesophagus )
 Anatomic anomalies
 Foreign bodies ( bolus of food , metallic object, fish bone)
 Carcinoma
 Dysphagia
 Esophagitis
 Refluks
 Spasme oesophagus

KONTRA INDIKASI
 Jarang ditemukan karena menggunakan BaSO4.
 Adanya komplikasi perforasi pada oesophagus yang tidak diketahui sebelumnya.

PERSIAPAN PASIEN
• Tidak ada persiapan khusus.
• Penjelasan pada pasien tentang pemeriksaan oesophagografi.

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
• Pesawat X-ray + Fluoroskopi
• Baju pasien
• Gonad shield
• Kaset dan film ukuran 30 x 40 cm2
• Moving / Stationary Grid
• Tissue / kertas pembersih
• Media kontras BaSO4 : Air masak = 1 : 1 (Kental)
• Media kontras BaSO4 : Air masak = 1 : 3 atau 4 (Encer)
• Sendok / straw ( pipet )
• Sarung tangan
• Gelas dan tempat mengaduk media kontras
• Marker
• Apron

PROYEKSI PEMERIKSAAN

1. AP/PA

Posisi Pasien
Recumbent / erect

Posisi Pasien
• MSP pada pertengahan meja / kaset.
• Shoulder dan hip tidak ada rotasi.
• Tangan kanan memegang gelas barium.
• Tepi atas film 5 cm di atas shoulder.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pada MSP 2,5 cm inferior angulus sternum (T5-T6 ) atau 7,5 cm inferior jugular notch.

FFD
100 cm
Eksposi pada saat tahan nafas setelah menelan barium.

Catatan
• Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose.
• Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.

Kriteria Evaluasi
• Oesophagus terisi barium.
• Tidak ada rotasi dari pasien (Sternoclavicular joint simetris ).
• Seluruh oesophagus masuk pada lapangan penyinaran.
• Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus superimposed dengan vertebra thorakalis.
• Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.



2. Lateral

Posisi Pasien
Recumbent / erect ( recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik )

Posisi Pasien
 Atur kedua tangan pasien di depan kepala saling superposisi dan elbow flexi.
 MCP pada garis tengah meja / kaset.
 Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut flexi untuk fiksasi.
 Tangan kanan memegang gelas barium.
 Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pada MSP setinggi T5-T6 / 7,5 cm inferior jugular notch.

FFD
100 cm bila pasien recumbent
180 cm bila pasien berdiri
Eksposi pada saat tahan nafas setelah menelan barium.

Catatan
• Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose.
• Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.

Kriteria Evaluasi
• Oesophagus terisi barium dan terlihat diantara columna vertebral dan jantung
• True lateral ditunjukan dari superposisi costa posterior.
• Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus.
• Oesophagus terisi media kontras.
• Seluruh Oesophagus masuk pada lapangan penyinaran.
• Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
• Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.



3. Proyeksi RAO
Posisi Pasien
Recumbent / erect (recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik)

Posisi Pasien
 Rotasi 350 – 400 dari posisi prone dengan sisi kanan depan tubuh menempel meja / film.
 Tangan kanan di belakang tubuh, tangan kiri flexi di depan kepala pasien memegang gelas barium dengan straw pada mulut pasien.
 Lutut kiri flexi untuk tumpuan.
 Pertengahan thorax diatur pada posisi oblique pada pertengahan film / meja.
 Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pada MSP setinggi T5-T6 / 7,5 cm inferior jugular notch.

FFD
100 cm bila pasien recumbent
180 cm bila pasien berdfilmi
Eksposi pada saat tahan nafas setelah menelan barium.

Catatan
• Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose.
• Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.

Kriteria Evaluasi
• Oesophagus terisi barium terlihat diantara columna vertebral dan jantung (RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara vertebrae dan jantung dibandingkan LAO).
• Rotasi yang cukup akan menampakkan oesophagus diantara columna vertebral dan jantung jika oesophagus superimposed di atas spina, rotasi perlu ditambah.
• Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus.
• Oesophagus terisi media kontras.
• Seluruh oesophagus masuk pada lapangan penyinaran.
• Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
• Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.



4. Proyeksi LAO
Posisi Pasien
Recumbent / erect (recumbent lebih disukai karena pengisian lebih baik)

Posisi Pasien
 Rotasi 350 – 400 dari posisi prone dengan sisi kiri depan tubuh menempel meja / film.
 Tangan kiri di belakang tubuh, tangan kanan flexi di depan kepala pasien memegang gelas barium dengan straw pada mulut pasien.
 Lutut kiri flexi untuk tumpuan.
 Pertengahan thorax diatur pada posisi oblique pada pertengahan film / meja.
 Tepi atas kaset 5 cm di atas shoulder.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pada MSP setinggi T5-T6 / 7,5 cm inferior jugular notch.

FFD
100 cm bila pasien recumbent
180 cm bila pasien berdfilmi
Eksposi pada saat tahan nafas setelah menelan barium.

Catatan
• Pasien menelan 2/3 sendok barium kental kemudian diekspose.
• Untuk “full filling” digunakan barium encer. Pasien minum barium dengan straw langsung expose dilakukan setelah pasien menelan 3-4 tegukan.

Kriteria Evaluasi
• Oesophagus terisi barium terlihat diantara columna vertebral dan jantung (RAO menunjukan gambaran lebih jelas antara vertebrae dan jantung dibandingkan LAO)
• Rotasi yang cukup akan menampakkan oesophagus diantara columna vertebral dan jantung jika oesophagus superimposed di atas spina, rotasi perlu ditambah.
• Bahu pasien tidak superposisi dengan oesophagus.
• Oesophagus terisi media kontras.
• Seluruh Oesophagus masuk pada lapangan penyinaran.
• Teknik yang digunakan mampu menampakkan oesophagus secara jelas yang terisi dengan kontras.
• Tepi yang tajam menunjukkan tidak ada pergerakan pasien saat eksposi.

Teknik Radiografi Apendicografi

PENGERTIAN
Apendicografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian apendiks dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.

INDIKASI
• Appendisitis akut
• Appendisitis kronis
• Benda asing
• Hiperplasi folikel ( pembesaran jaringan limfoid yang dapat mengakibatkan teradinya radang appendiks)
• Tumor

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
• Pesawat sinar-X + Fluoroskopi
• Meja pemeriksaan dengan grid
• Kaset dan film 30 x 40 cm2
• Gelas dan tempat mengaduk media kontras
• Marker
• Gonad shield
• Spuit
• Sarung tangan
• Kateter
• Apron
• Barium Sulfat dan air dengan perbandingan 1: 4 sampai 1: 8

PERSIAPAN PASIEN
1. Tanyakan riwayat alergi terhadap iodium maupun barium.
2. Tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan saat ini.
3. Apabila pasien wanita dalam usia produktif, tanyakan apakah pasien sedang hamil atau tidak ?
4. 48 jam sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan makan makanan lunak tidak berserat misalkan bubur kecap.
5. 12 jam atau 24 jam sebelum pemeriksaan, pasien diberikan 2/3 dulkolac untuk diminum.
6. Pagi hari pasien diberi dulkolac supositoria melalui anus atau dilavement.
7. Jangan lupa pasien disarankan agar banyak minum untuk memaksimalkan pembersihan kolon.
8. 4 jam sebelum pemeriksaan pasien harus puasa hingga pemeriksaan berlangsung.
9. Pasien dianjurkan tidak banyak bicara dan tidak merokok untuk mengurangi udara di dalam usus.
10. Penandatanganan informed consent.

PROYEKSI PEMERIKSAAN
1. AP/PA
Posisi Pasien
Supine atau Prone.

Posisi Obyek
• Atur MSP pada pertengahan meja pemeriksaan.
• Atur pertengahan kaset pada pertengahan MSP setinggi krista iliaca.
• Atur pelvis agar tidak terjadi rotasi.



Central Ray
Vertikal/tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pertengahan MSP setinggi krista iliaca.

FFD
100 cm.

Struktur yang Ditampakkan
Proyeksi AP/PA menunjukkan seluruh kolon dengan pasien supine atau prone.

Kriteria Evaluasi
Yang harus ditunjukkan dengan jelas adalah :
• Seluruh kolon mencakup fleksura splenik dan rectum.
• Columna Vertebrae berada pada pertengahan sehingga gambaran mencakup kolon asenden dan kolon desenden.



2. AP Oblique (RPO dan LPO)
Posisi Pasien
Semisupine

Posisi Obyek
• Miringkan pasien sehingga membentuk sudut 350-450 terhadap meja pemeriksaan.
• Atur pertengahan tubuh pasien pada pertengahan meja pemeriksaan.
• Jika posisi RPO, silangkan tangan kiri ke kanan dan tangan kanan terlentang di samping tubuh dan jika posisi LPO, silangkan tangan kanan ke kiri dan tangan kiri terlentang di samping tubuh.
• Berikan alat fiksasi untuk memaksimalkan posisi pasien.



Central Ray
Vertikal/tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Kira-kira 1-2 inchi dari lateral menuju medial setinggi krista iliaka.

FFD
100 cm.

Struktur yang Ditampakkan
• Dengan posisi RPO sangat baik digunakan untuk menunjukkan fleksura colic kiri dan kolon desenden.
• Dengan posisi LPO sangat baik digunakan untuk menunjukkan fleksura colic kanan, kolon asenden, dan sigmoid.

Kriteria Evaluasi
Yang harus ditunjukkan dengan jelas adalah :
• Seluruh kolon.
• Fleksura colic kanan sedikit superimposisi atau terbuka jika dibandingkan dengan proyeksi AP.
• Kolon asenden, seikum, dan kolon sigmoid.
• Fleksura colic kiri dan kolon desenden.

20 Maret 2010

Jenis Film Sinar-x

Film sinar x adalah film yang susunannya dimulai dari base film (dasar film) yang merupakan bagian yang sangat penting. Kemudian Subratum (lapisan perekat) sebagai perekat emulsi ke alas film. Lapisan selanjutnya adalah emulsi yang dioleskan di atas perekat dan lapisan terakhir dari film adalah supercoat yang digunakan sebagai pelindung emulsi film.
Adapun jenis-jenis film sinar x terbagi atas:
1. Jenis film menurut lapisannya.
2. Jenis film menurut sensitivitasnya.
3. Jenis film menurut butir emulsi.
Untuk penjelasan jenis film sinar x di atas akan dibahas selanjutnya.

1. JENIS FILM MENURUT LAPISANNYA.
Jenis film sinar x menurut lapisannya
Film sinar x tersusun atas:
• Base (dasar film)
• Subratum (perekat film)
• Emulsi
• Supercoat (pelindung film)
Adapun Jenis film sinar x menurut lapisannya dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Single Side
Single side adalah film sinar x dengan satu lapisan emulsi dimana lapisan perekat dan lapisan emulsi dioleskan hanya pada satu sisi dasar film (base) saja.



Karena emulsi hanya pada satu sisi dari dasar film (base) setelah film diproses dan kering terlihat film menjadi melengkung ke arah emulsi dan hal ini sangat mengganggu. Untuk mencegah hal ini baik film yang flat atau datar dan rol diperlukan bahan lain “gelatin” yang direkatkan pada sisi lain dasar yang sifatnya mengkerutan film ke arah berlawanan bahan tersebut dikenal dengan non curl backing.
Contoh dari film single side adalah mamography film. Pada awal dilakukannya pemeriksaan mammografi yaitu menggunakan film dengan kaset non screen. Dengan menggunakan kaset non screen pada pemeriksaan mammografi, radiasi sinar-X yang setelah menembus obyek langsung menembus pada film tanpa melewati intensifying screen terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran dari mammae yang optimal dibutuhkan dosis radiasi yang tinggi. Namun kualitas gambar dari gambaran mamae yang dihasilkan rendah. Pada tahun 1970 diperkenalkan oleh perusahaan Du Pont dan Kodak yaitu penggunaan kombinasi film dan screen pada pemeriksaan mammografi. Film yang digunakan untuk pemeriksaan mammografi adalah film yang single emulsi dan kaset yang digunakan adalah kaset dengan single screen. Penggunaan jenis film tertentu memiliki tujuan untuk kualitas gambaran yang di harapkan agar dapat memberikan informasi mengenai keadaan suatu objek yang diperiksa, sehingga membantu proses tindakan medis selanjutnya berdasarkan klinis pemeriksaan. Mammografi merupakan pemeriksaan radiografi yang di lakukan secara khusus untuk mendeteksi keadaan patologi dari organ payudara. Penggunaan film pada mammografi berperan sebagai pencetak bayangan dengan adanya perpindahan informasi dari sumber sinar – x hingga hasil berupa gambaran sampai ke radiolog.

2. Double Side
Double side adalah film sinar x dengan dua lapisan emulsi, dimana lapisan perekat dan lapisan emulsi dioleskan pada kedua sisi dari dasar film (base).



Beberapa keuntungan film Double Side :
1. Meningkatkan kepekaan
Karena emulsi pada kedua permukaan dasar film →gambar terjadi bersamaan pada dua lapis emulsi dan bila dilihat dengan viewer kedua gambar bertumpuk menjadi satu → sehingga penghitaman oleh atom perak juga menjadi dua kali.
 Meningkatnya kepekaan dapat mengurangi waktu eksposi & mengurangi kemungkinan pengaburan karena faktor bergeraknya pasien, sehingga dapat mengurangi dosis radiasinya juga.
2. Peningkatan nilai kontras
Kontras adalah perbedaan derajat hitam terhadap putih (gelap terhadap terang).
Dengan dua emulsi nilai kontras juga menjadi dua kali dibanding dengan satu lapis emulsi.

2. JENIS FILM SINAR-X MENURUT SENSIFITASNYA.
Salah satu perkembangan teknik radiografi yang sangat revolusioner dan dapat mengurangi dosis radiasi pada pasien adalah ditemukan intesifying screen yang tergantung dari jenis screen dan jenis film yang dipakai, dapat mengurangi dosis radiasi sebesar faktor 15 – 500, dimana jenis intensifying rare earth screen (gadolinium dan lanthanum) menunjukkan effisiensi dosis 3 sampai 5 kali lebih baik dibanding dengan calcium tungstate screen.
Adapun jenis film menurut sensifitasnya

1. Green Sensitive
Green sensitive adalah jenis film sinar x yang sensitif terhadap cahaya hijau. Green sensitive ini mempunyai kualitas yang bagus sehingga harganya pun relatif mahal. Dampak lain dari penggunaan green screen adalah pengurangan pemakaian faktor exposi, sehingga selain rendahnya dosis yang diterima pasien, juga menyebabkan beban terhadap X-ray tube menurun sehingga automatis akan memperpanjang masa hidup / usia dari X-ray tube. Green sensitive biasanya digunakan dalam mammografi.



2. Blue sensitive
Blue sensitive adalah jenis film sinar x yang sensitif terhadap cahaya biru. Blue sensitive ini mempunyai kualitas yang kurang bagus sehingga harganya pun relatif lebih murah. Dampak lain dari penggunaan blue sensitive adalah bertambahnya pemakaian faktor exposi, sehingga selain tingginya dosis yang diterima pasien, juga menyebabkan beban terhadap X-ray tube meningkat sehingga automatis akan memperpendek masa hidup / usia dari X-ray tube.





3. JENIS FILM SINAR-X MENURUT BUTIR EMULSI.
Emulsi merupakan bahan film sinar-x yang rentan terhadap cahaya, yang bila terkena cahaya / x-ray akan berubah dan membentuk warna hitam.
Emulsi setiap bahan untuk fotografi mempunyai sifat tertentu:
1. Kecepatan
Perbandingan kecepatan dari suatu bahan terhadap bahan lain untuk mutu gambar yang sama dipengaruhi oleh:
• Ukuran Perak Halogen (Grain)
• Tahapan proses pembuatan emulsi
• Sifat radiasi yang digunakan
• Masa pembangkitan
Suatu emulsi dikatakan cepat jika emulsi tersebut membutuhkan sedikit cahaya dibandingkan dengan emulsi yang banyak membutuhkan cahaya untuk menghitamkannya.
2. Kontras
Kontras adalah perbedaan derajat hitam terhadap putih (gelap terhadap terang) yang dipengaruhi oleh:
• Penempatan, kerentanan perak halogen
• Masa pembangkitan

Adapun jenis film sinar x menurut butir emulsi dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Butir emulsi ukuran besar
Pada butir emulsi ukuran besar bahan fotografinya yaitu perak halogen (grain) pada emulsi berukuran besar.



Dengan ukuran butir perak halida yang besar, maka jarak antara butir perak halida yang satu dengan yang lain lebih renggang. Hal ini mengakibatkan emulsi mendapatkan sedikit cahaya karena cahaya lebih banyak yang diteruskan. Emulsi jenis ini mempunyai sifat nilai kontras yang rendah tapi kecepatannya cepat karena emulsi mendapatkan sedikit cahaya.

2. Butir emulsi ukuran sedang
Pada butir emulsi ukuran sedang bahan fotografinya yaitu perak halogen (grain) pada emulsi berukuran sedang.



Dengan ukuran butir yang sedang ini maka sinar-x / cahaya yang menembus emulsi akan lebih sedikit karena banyak dihalangi butiran perak halida yang jaraknya tidak terlalu renggang. Emulsi jenis ini mempunyai sifat nilai kontras yang cukup tinggi tapi kecepatannya lebih lambat karena emulsi mendapatkan cukup banyak cahaya.

3. Butir emulsi ukuran kecil
Pada butir emulsi ukuran kecil bahan fotografinya yaitu perak halogen (grain) pada emulsi berukuran kecil.



Dengan ukuran butir yang kecil mengakibatkan jarak / celah antara butir perak halida agak rapat. Sinar x / cahaya akan lebih banyak mengenai butiran perak halida dan sedikit sinar yang diteruskan. Emulsi jenis ini mempunyai sifat nilai kontras yang tinggi tapi kecepatannya lambat karena emulsi mendapatkan banyak cahaya.

Kaset Film Radiologi

1. PENGERTIAN
Merupakan kotak segi empat panjang yang mempunyai berbagai ukuran seperti 18 x 24 cm2, 24 x 30 cm2, 30 x 40 cm2, 35 x 35 cm2, 35 x 43 cm2. Kaset berfungsi sebagai alat transport film dari kamar gelap ke ruang foto sinar-x (unexposed) atau ruang foto sinar-x ke kamar gelap. Kaset terbagi 2 bagian yang dihubungkan oleh engsel :

a. Bagian Depan Kaset
• Bahan yang mudah ditembus oleh sinar-x.
• Aluminium, plastik dengan bingkai dari logam kuat.
• Tersedia ruang untuk screen/layar pendar.

b. Bagian Belakang Kaset
1) Lead lining
Terbuat dari logam kuat, bagian dalam diberi cat timbal untuk mencegah/menyerap back scatter.

2) Lead backing
Logam dengan lempeng timbal yang berfungsi menyerap sinar primer.

3) Non lead lining
Terbuat dari bahan yang mudah ditembus sinar x yang digunakan untuk radio flouroskopi

Ketiga jenis tersebut diberi bantalan yang letaknya menempel pada cat timbal/langsung pada bagian belakang yang berguna untuk menekan screen berhimpit dengan film. Semua jenis tersebut terbuat dari bahan “felt” & busa/karet.

2. CIRI KASET BAIK
• Ringan dan mudah dibawa.
• Struktur kuat.
• Tidak mudah rusak.
• Bagian depan harus memiliki kesamaan radiolusen untuk menghilangkan artefak.
• Bagian belakang terdapat lembaran timbal untuk menyerap sinar hambur.
• Memiliki busa penekan untuk merapatkan film dengan screen.
• Bentuk sedemikian rupa sehingga pemakaian mudah & tidak melukai pasien.

3. BENTUK / JENIS KASET
1) Konvensional
Kaset yang sering digunakan seperti 18 x 24 cm2, 24 x 30 cm2, 30 x 40 cm2, 35 x 35 cm2, 35 x 43 cm2.

2) Bentuk Kurva
Kaset yang digunakkan untuk memotret bagian tubuh karena anatomi / patologi tidak lurus, seperti rahang, lutut, bahu.

3) Film Changer
Mempunyai bentuk & ukuran lebih besar agar dapat memuat hingga 5 buah kaset. Bagian atas terbuat dari bahan yang mudah ditembus sinar-x & dilengkapi grid/lisolom. Digunakan untuk pemeriksaan secara berurutan tanpa henti (sekon)seperti pembuluh darah dan jantung. Bagian bawah kaset dilengkapi pegas untuk mendorong kaset naik ke atas.

4) Kaset Foto Timer

a) Foto electric cells
Jika densitas (nilai kehitaman) pada daerah yang diperlukan sudah mencapai takaran tertentu, maka alat ini akan menghentikan eksposi
b) Ionization chamber
Jika jumlah radiasi pada daerah yang dituju sudah tercapai, maka alat ini akan menghentikan eksposi

Kedua jenis ini merupakan automatic exposure dan terletak sensor alat ini terletak di belakang kaset. Pada bagian depan & belakang harus radiolusen.

5) Kaset dengan Grid / Lisolom
• Menjadi satu dengan kaset
• Berat
• Mahal
• Kurang populer

6) Kaset Fleksibel
Pada bidang Industri digunakan untuk potret pipa/saluran dan pada bidang kesehatan digunakan untuk panoramik gigi, opg (rahang).

7) Kaset Non Screen (Amplop)
8) Kaset Mammografi
9) Kaset CT Scan
10) Kaset Kedokteran Nuklir
11) Imaging Plat
12) Dental Film

4. PEMERIKSAAN KASET BERKALA
Bagian yang harus diperiksa pada kaset secara berkala adalah Engsel, kuncian, jepitan ID pasien, screen, kedudukan screen, dan bantalan. Kebersihan kaset bagian luar dapat dibersihkan dengan alkohol atau perihidariol.

5. PEMELIHARAAN KASET
• Saat pemasukan/pengambilan film dari kaset, jangan terlalu terlalu terbuka untuk menghindari debu masuk ke kaset dan kaset dibuka sekitar 6-8 cm.
• Kaset disimpan seperti buku & kosong dari film.
• Jaga kebersihan dari debu, benda asing, dan cairan kimia.
• Hindari kaset jatuh.
• Hindari bagian dalam dari goresan debu, benda tajam, kuku, percikan cairan bahan pemroses film (seperti develpoer / fixer).

6. KEBERSIHAN KASET
a. Luar
• Bagian luar harus dibersihkan tiap hari.
• Gunakan Alkohol untuk membunuh kuman penyakit pada kaset.
• Gunakan Perihidariol untuk membersihkan noda darah pada kaset.
• Hindari timbulnya artefak pada film.

b. Dalam
• Bahan yang digunakan adalah sikat halus, sabun mandi, atau cotton wool.
• Gosokan cotton wool (basah) yang sudah bersabun dengan gerakan angka “8” pada permukaan screen.
• Gosokan cotton wool (kering) untuk bersihkan screen hingga kering.
• Sementara kaset dengan posisi berdiri di meja kamar gelap.
• Jika screen digosok dengan gerakan searah akan menimbulkan “elektrostatis”.
• Jangan dibersihkan dengan air pam / larutan pembersih sembarangan.
Bersihkanlah kaset hingga tidak ada noda mineral, tidak lengket, dan tidak elektrostatik.

7. PELEKATAN SCREEN PADA KASET
Bila ingin merekatakn screen baru, sisi pinggir harus telah dilengkapi strip perekat. Kemudian kaset bagian dalam dibersihkan. Proses yang pertama screen dilekatkan dan bagian depan screen berhadapan dengan kaset bagian belakang. Setelah itu penutup perekat dilepas sehingga menempel. Bila screen lama terlepas, harus dilekatkan kembali dengan kedudukan yang benar. Gunakan lem pelekat yang aman terhadap fosfor screen yang tidak mengandung bahan kimia / radioaktif.

8. MENGOSONGKAN FILM DARI KASET
• Letakan kaset di atas meja dalam. front kaset menghadap meja.
• Lepaskan kunci kaset dan back kaset menempel meja.
• Front kaset dinaikan sedikit agar film dapat keluar/lepas.
• Salah satu pojok film dipegang (jangan dengan kuku), dicetak ID pasien pada film.
• Kemudian film dimasukan ke alat automatik (Automatik).
• Dijepitkan pada hanger (manual).
• Kaset ditutup, letakan pada tempatnya.

9. MENGISI FILM DARI KASET
• Front kaset menghadap meja.
• Kunci dilepas, back kaset menghadap meja.
• Box film dibuka, ambil film, arahkan film terbaring di atas screen.
• Back kaset ditutup & dikunci.
• Box film ditutup kembali.

10. TES KEBOCORAN KASET TERHADAP CAHAYA
Metode I
1. Kaset yang dicurigai bocor diisi film.
2. Setiap sisi kaset dihadapkan pada lampu dop 100 W dengan jarak 122 cm selama 15 menit hingga 6 sisi kaset.
3. Film diproses dan bila ada kehitaman pada film berarti kaset bocor.

Metode II
1. Masukan selembar film unexposed ke kaset yang dicurigai.
2. Letakan kaset tersebut di tempat terang (sinar matahari).
3. Proseslah film tersebut, sebelumnya ditandai dimana letak engsel (h), bagian atas (t), bagian yang terbuka (o).
4. Film yang telah kering, periksalah tingkat kekabutan/kehitaman, tandai bila terlihat kabut.
5. Jika lebarnya kurang dari 0,5 cm sepanjang sisi bagian tersebut maka dapat diabaikan.
6. Tetapi kaset tersebut diawasi, jikalau terjadi kerusakan yang berarti.
7. Jika fog/kabut yang timbul besar, perbaiki kerusakan tersebut. kalau tidak bisa dapat diganti dengan kaset baru.
8. Jika kaset pengganti sulit, gunakan kaset tersebut dengan membiarkan tidak terisi sampai saat akan digunakan.

Proses Pembuatan Film Radiologi

1. PRODUKSI KRISTAL
Proses produksi kristal dilakukan di dalam keadaan gelap total dalam medium gelatin untuk mengurangi oksidasi. Reaksinya :
AgNo3 + KBr à AgBr + KNO3
Bentu dari kristal flat, kasar, dan berbentuk segitiga. Ukuran kristalnya 1 μm ( mikrometer ). Dalam 1 ml3 terdapat lebih dari 500.000.000 kristal. Permukaan kristal bermuatan negatif sedangkan bagian dalam kristal bermuatan positif. Setiap kristal terdiri dari ikatan yang terdiri dari atom-atom Bromida (Br-) dan beberapa atom-atom Iodine ( I- ) dengan atom-atom ( Ag+ ). Kristal belum bersih benar maka ditambahkan silver sulfida yang mengakibatkan timbulnya sensentive specks / bintik kepekaan.

2. PEMASAKAN ( RIPENING )
Dimulai sejak kristal halida sudah cukup banyak. Ukuran kristal menentukan fotosensentivenya yang menyebabkan semakin lama proses pemasakan. Penentuan besarnya kristal dan tebalnya lapisan emulsi mempengaruhi film faktor. Pada waktu tertentu dilakukan pendinginan, diparut, dan dibersihkan untuk menghilangkan potasium nitrate.

3. PENCAMPURAN ( MIXING )
Pemarutan emulsi dilelehkan pada suhu yang tepat untuk menjaga kesensitifan Kristal. Kemudian ditambahkan :
• Pewarnaan ( Coloured ) untuk menambah kepekaan kristal selama eksposi. Pewarnaan ( Coloured ) Film terbagi menjadi 2 jenis :
1. Panchromatic Film
Panchromatic sensentive terhadap semua jenis warna cahaya.
2. Orthochromatic Film
Orthochromatic tidak sensentive terhadap spektrum warna merah.

• Pengerasan ( Hardness ) untuk menjaga dari benturan fisik.
• Bactericidies & fungicides untuk mencegah pertumbuhan bakteri & jamur.
• Antifogging agent untuk mengurangi sensitivity terhadap lingkungan agar tidak terjadi pemanasan.


4. PELAPISAN ( COATING )
Pada proses coating memerlukan ketepatan yang ekstrim dan peralatan yang mahal. Pertama lapisan adhesive pada permukaan base lalu emulsi dan terakhir supercoat

a. EFEK PARALAKS
Merupakan pola penghitaman emulsi depan dan emulsi belakang tidak bertumpuk secara tepat, sehingga menghasilkan kekaburan.



Faktor yang Mempengaruhi Paralaks
• Ketebalan lapisan emulsi
Jika lapisan emulsi film makin tebal, maka kekaburan akibat paralaks makin besar
• Film basah dan film kering
Film yang masih basah maka kekaburan paralaks lebih besar karena pengaruh pengembangan gelatin. Oleh karena alasan tersebut, maka film kering memiliki detail gambar yang lebih baik.

b. EFEK HALATION
Merupakan bertambahnya kekaburan pada emulsi karena pantulan cahaya dari base film. Ini bisa terjadi pada single emulsi. Lapisan anti halation yang menyerap / menghentikan cahaya. Lapisan ini akan hilang saat pencucian film.




Faktor yang Mempengaruhi Efek Halation
• Makin tebal base film makin besar terjadinya “halation”
• Tidak adanya lapisan anti halation



Lapisan Anti Halation
• Mampu menyerap sinar hambur yang datang dari base film dan yang akan memantul
• Diberi warna kelabu untuk mencegah halation

06 Maret 2010

Teknik Pemeriksaan Kedokteran Nuklir (Sidik Ginjal dengan Tc-99m DMSA )

INDIKASI
Mendeteksi adanya luka parut pada ginjal dalam melakukan follow-up dari ISK pada anak-anak.
Mendeteksi adanya keterlibatan parenkim selama demam pyelonephritis akut.
Menilai fungsi relative ginjal ketika satu ginjal dupleks abnormal, ginjal kecil, ginjal displastik, dan ginjal tapal kuda.
Membedakan pseudotumor dengan tumor.
Mendeteksi adanya ektopik ginjal.
Pemeriksaan ginjal radiologis pada pasien-pasien yang alergi terhadap bahan klontras.

RADIOFARMAKA
Tc-99m DMSA dengan dosis
Anak-anak : dosis ditentukan dengan menggunakan skala berdasarkan luas permukaan tubuh, namun dosis minimal yang dapat diberikan adalah sebesar 15 MBq (0,4 MCi)
Dewasa : 80 - 100 MBq (2 - 2,5 mCi).

PERSIAPAN ALAT
• Kamera gamma dengan kolimator jenis general purpose atau high sensitivity.
• Matriks : 64 x 64 pixels.
• Akusisi frame : 10-20 detik.

PERSIAPAN PASIEN
• Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien dan keluarganya harus diberitahukan tentang prinsip dan garis besar prosedur pemeriksaan (informed consnent).
• Tidak ada persiapan khusus pada pasien dewasa.
• Pasien anak-anak disarankan dilakukan anestesi pada kulit sebelum penyuntikkan radiofarmaka.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Posisi pengambilan akusisi gambar
Anak-anak
Diposisikan senyaman mungkin pada saat menghadap kamera.
Posisi : supine atau duduk dengan proyeksi anterior dan posterior (AP dan PA).

Dewasa
AP, PA, RPO, dan LPO

2. Radiofarmaka disuntikkan secara melalui vena mediana cubiti.
3. Pencitraan dapat dilakukan 2-4 jam setelah penyuntikkan radiofarmaka.
4. Akusisi gambar pelvis diambil bila satu atau kedua ginjal tidak terlihat.

EVALUASI HASIL
Normal
• Kontur ginjal rata tanpa adanya lesi, terutama pada sisi lateral pada atas ginjal kiri
• Pada akusisi gambar bagian posterior kadang terdapat gambar slender kidney karena ginjal mengalami rotasi.
• Terkadang aksis tranversal ginjal pada pole atas lebih pendek sehingga memberikan gambar seperti buah pear.
• Pada pole atas terkadang tampak seperti hipoaktif karena kontras di bawah kolom bertin, hal ini disebabkan karena pergerakan ginjal pada saat respirasi.

Abnormal
• Fungsi relative ginjal di luar dari nilai normal yaitu 45-55%.
• Pada pyelonephritis sering ditemukan daerah dengan penangkapan radiofarmaka yang kurang, tanpa gangguan pada korteks.
• Kaliks ginjal yang melebar menandakan adanya krista atau lesi yang mendesak ruang ginjal.
• Fungsi ginjal yang buruk juga dapat meningkatkan penangkapan radiofarmaka pada hepar.
• Pseudotumor pada pemeriksaan Tc-99m DMSA tidak tampak dengan jelas akan tetapi pada pemeriksaan radiologi IVP tampak adanya suatu lesi yang mendesak ruang ginjal.

Teknik Pemeriksaan Kedokteran Nuklir (Cystografi )

PENGERTIAN
Pemeriksaan radiologi dengan metode kedokteran nuklir yang dilakukan setelah renografi konvensional untuk memberikan informasi dalam kondisi fisiologis dan memberikan paparan radiasi lebih rendah dibanding dengan voiding cystouretrografi.

INDIKASI
• Refluks vesikoureter.
• Mendeteksi adanya luka parut setelah pyelonephritis.
• Komplikasi jangka panjang dari RVU (insufisiensi, hipertensi, dan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan).

PERSIAPAN ALAT
• Kamera gamma dengan kolimator jenis general purpose atau high sensitivity.
• Matriks : 256 x 256 pixels.
• Akusisi frame : 10-20 detik.
• Pencitraan dilakukan secara statik.

PERSIAPAN PASIEN
• Pasien disarankan untuk minum yang banyak sampai kandung kemih penuh.
• Tidak ada persiapan khusus.

RADIOFARMAKA
Tc-99m Pertechnetate dengan dosis aktivitas sebesar 1 mCi.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Pasien dengan kondisi kandung kemih penuh diposisikan supine pada meja pemeriksaan sebelum dilakukan pencitraan.
2. Setelah itu dilakukan aseptik di daerah pubis
3. Kemudian spuit 20 cc disuntikkan langsung ke kandung kemih.
4. Pasien diminta mengedan (aspirasi urin) untuk memastikan jarum masuk kedalam kandung kemih.
5. Radiofarmaka disuntikkan ke dalam kandung kemih melalui jarum yang sudah masuk ke kandung kemih.
6. Untuk pemeriksaan mengunakan kateter, kandung kemih harus kosong kemudian kateter kandung kemih diisi air dengan tekanan hidrostatik 70-90 cmH2O yang diampur Tc-99m Pertechnetate.
7. Posisikan pasien duduk di atas pispot dengan detektor ditempatkan di belakang bokong pasien sedemikina rupa sehingga bagian atas permukaan kandung kemih, ureter, dan ginjal berada dalam lapang pandang detektor.
8. Pencitraan diambil saat pasein mengedan tanpa buang air, mengedan dengan buangair kecil, dan setelah buang air kecil.

EVALUASI HASIL
Penilasan hasil cystografi didasarkan pada sistem gradasi.
• Ringan (derajat 1 dan 2 ) tampak radioaktivitas distal ureter.
• Sedang (derajat 3) radioaktivitas pada system pelviokalises.
• Berat (derajat 4 dan 5) radioaktivitas berlebih tampak pada di system koleksi ginjal.

Trnslate by

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google