23 Mei 2010

Teknik Radiografi Discography

PENGERTIAN
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan kedalam pertengahan diskus dengan cara memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan discography pertama kali diperkenalkan oleh seorang Radiolog asal Swedia yaitu K. Lindblom pada tahun 1948 dan dikembangkan oleh Doward dan Butt. Pemeriksaan ini digunakan untuk memperlihatkan herniasi discus atau degenerasi yang biasanya terjadi pada daerah lumbo-sacral dan terkadang terjadi di daerah cervical. Discography dapat dilakukan terpisah atau bersama-sama dengan myelography.

ANATOMI DAN FISIOLOGI
Discus adalah ruang persendian yang dibentuk antara dua vertebrae yang dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan di depan dan di belakang corpus vertebrae sepanjang columna vertebralis. Discus pada masing-masing corpus berbentuk pendek silindris.



Banyak lamella vertikal pada daerah discus yang berbentuk spons, sehingga memungkinkan untuk menahan goncangan. Bagian luarnya dilingkupi tulang keras yang tipis. Discus terdiri dari :
1.Lingkaran fibrus cartilago, merupakan lapisan cartilago yang menutupi permukaan atas dan bawah dari setiap body vertebrae.
2.Annulus fibrosus, merupakan lapisan jaringan fibrus dan cartilago yang membentuk bantalan diantara lingkaran cartilago.
3.Nucleus pulposus ;yaitu pusat dari annulus fibrosus.



Gambar anatomi Discus. Gambar tersebut dibuat dengan potongan sagital. (1) Annulus Fibrosus, yang menjadi dasar lingkaran fibrosus. (2) Nucleus Pulposus, yang menjadi pusat dari discus dan merupakan target dari penyuntikan pada discography. (3) Ligamen Longitudinal Anterior. (4) Ligamen Longitudinal Posterior. (5) Canalis Vertebralis
Pada keadaan normal, discus berfungsi sebagai penahan goncangan dan memberikan keseimbangan pada columna vertebralis pada saat tubuh dalam keadaan tegak. Sendi yang terbentuk antara discus dan vertebrae adalah persendian dengan gerakan yang terbatas saja dan termasuk sendi jenis simphisis, yaitu sebuah persendian yang hanya dapat bergerak sedikit, tetapi jumlahnya yang banyak memberi kemungkinan membengkok kepada columna secara keseluruhan. Selama menjadi bagian yang tidak kaku dari columna vertebralis, maka discus ini akan memberikan flexibilitas dan mempunyai tekanan yang sama, tetapi jika dalam keadaan fleksi , ekstensi atau salah satu sisinya menahan beban maka salah satu sisi discus tersebut akan menambah tekanan sesuai dengan besar tekanan tersebut.

INDIKASI
•Ruptur Nukleus Pulposus
•Lesi internal discus, yang tidak dapat dilihat pada pemeriksaan myelografi.
•Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
•Penyempitan saluran spinal canal.

KONTRA INDIKASI
•Alergi terhadap bahan kontras.
•Pendarahan
•Multiple sclerosis

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN

Steril
•Needle dengan ukuran 20 dan 25
•Spuit 10 ml dan 2 ml
•Drawing-up canule
•Gallipot
•Kain kassa
•Kapas
•Media kontras yang digunakan 0,5 cc – 2 cc Angiografin atau Conray 280 atau garam meglumine dari iothalamate atau diatrizoate 0,5 cc – 2 cc.

Unsteril
•Pesawat sinar-x dan fluroskopi
•Kaset dan film
•Grid/lysolm
•Marker
•Gonad shield
•Apron
•Botol obat antiseptik hibitane 0,5 %
•Botol anastesi lokal lignocaine 1 %
•Ampul media kontras
•Jarum disposable
•Peralatan dan obat-obat emergensi

PERSIAPAN PASIEN
Jika pasien wanita, tanyakan apakah pasien hamil.
Tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya.
Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma.
Penandatanganan informed consent.
Melepaskan benda-benda logam pada daerah yang akan diperiksa.
Pasien puasa selama 5 jam sebelum pemeriksaan.
Pasien diberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan.
Dibuat plain foto posisi AP dan lateral pada daerah yang akan diperiksa.
Premedikasi : diberikan obat sedatif, yaitu kombinasi dari 10 mg Drop ridol & 0,15 mg phenoperidin (Park, 1973).

METODE PENYUNTIKKAN

Pada pemeriksaan discography, ada dua cara dalam penyuntikan media kontras yaitu :

1.Dengan 1 jarum (Standard Spinal Puncture Needle).

2.Dengan 2 jarum (The Double Needle Combination).
Double jarum terdiri dari :
•Jarum ukuran 20, yang akan digunakan untuk menyuntik spinal dan mencapai annulus fibrosus.
•Jarum ukuran 25 (lebih panjang dari jarum ke-1),yang akan digunakan sebagai jarum penunjuk untuk menembus celah sampai menemukan pusat dari nucleus pulposus.

Jarum yang digunakan untuk daerah cervical biasanya digunakan dengan panjang 2 - 2,5 inchi, sedangkan untuk daerah lumbal 3,5 - 5 inchi. Penyuntikan dilakukan di bawah kontrol fluoroskopi. Kombinasi dengan jarum double lebih baik daripada dengan satu jarum.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
1.Pasien diposisikan lateral decubitus, dengan punggungnya dilengkungkan serta lutut difleksikan.Bantalan busa hendaknya ditempatkan di suatu tempat yang dianggap perlu agar tulang belakang itu menjadi paralel dengan meja pemeriksaan.



2.Daerah yang akan dipunksi diberikan antiseptik.
3.Kemudian dengan kontrol fluoroskopi, jarum dengan ukuran 20 ditusukkan diantara ruas spinosus dan langsung ketulang cincin dari discus yang akan diperiksa dan ujung jarum menembus annulus fibrosus.
4.Kemudian masukkan jarum kedua,ke dlm jarum ke satu (jarum kedua lbh pjg daripada jarum pertama),shg jarum tsbt terletak dlm nucleus pulposus.



5.Kemudian dilakukan penyuntikan kontras media.
6.Lalu dibuat proyeksi lateral dengan jarum tetap berada di dalamnya. Bila media kontras sudah cukup, jarum dicabut dan daerah penyuntikan ditutup.
7.Kemudian pasien diposisikan supine, paha difleksi secukupnya agar bagian belakang tubuh menempel meja pemeriksaan.
8.Kemudian dibuat posisi AP dengan 100 – 200 cranial
9.Jika dibutuhkan maka dibuat foto oblique.

KOMPLIKASI
•Rasa pegal pada daerah punksi
•Retro peritenal haemorahage
•Disc herniation

PERAWATAN PASIEN
•Bed rest selama 24 jam.
•Periksa tekanan darah dan pernapasan setiap 30 menit selama 4 jam pertama dan setiap 4 jam selama 24 jam.

Teknik Radiografi Histerosalpingografi (HSG)

PENGERTIAN
Histerosalpingografi adalah pemeriksaan radiografi pada uterus dan saluran-salurannya dengan menginjeksikkan media kontras positif kedalam vagina dengan bantuan sinar-x.

INDIKASI
Infertilitas disebabkan karena malformation vagina, malformation tuba, endokrinal problem, malformation uterus, atau malformation ovarium. Infertilitas ada dua yaitu :
•Infertilitas Primer
•Infertilitas Sekunder

•Neoplasma
•Salfingitis
•Hydrosalphinx

KONTRA INDIKASI
•Alergi terhadap media kontras
•Menstruasi
•Pendarahan pada vagina
•Proses-proses inflamasi yang akut pada abdomen
•Dilatasi kanalis servisis
•Penyakit ginjal dan jantung yang sudah lanjut

KOMPLIKASI
•Rasa nyeri pada waktu pemeriksaan dilakukan
•Timbul keadaan pra-renjatan (pre-shock) karena pasien sensitif terhadap kontras

FASE MENSTRUATION

1.Fase Menstruasi
Pada fase menstruasi korpus luteum berfungsi sampai kira-kira hari ke-23 atau 24 pada siklus 28 hari dan kemudian mulai beregresi. Pada fase menstruasi terjadi penurunan yang tajam dari progesterone dan estrogen sehingga menghilangkan perangsangan pada endometrium.

2.Fase Folikular
Pada fase folikular Folikel Stimulating Hormon (FSH) merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Umumnya hanya satu yang terus berkembang dan menjadi folikel de-Graaf dan yang lainnya berdegenerasi.

3.Fase Proliferasi
Pada fase proliferasi endometrium dalam keadaan tipis dan dalam stadium istirahat. Fase proliferasi berlangsung kira-kira 5 hari. Kelenjar-kelenjar tumbuhnya lebih cepat dari jaringan lain hingga berbelok.

4.Fase Sekresi
Fase sekresi endometrium menebal dan menjadi seperti beledu. Kelenjer menjadi lebih besar dan berkelok-kelok, dan epitel kelenjar menjadi berlipat-lipat. Lamanya fase sekresi sama pada setiap wanita yaitu ± 2 hari.

P

PERSIAPAN PASIEN
•Tanyakan bagaimana siklus menstruasi pasien.
•Beritahu pasien untuk tidak melakukan hubungan badan sebelum melakukan pemeriksaan.
•Pasien buang air kecil untuk mengkosongkan blass.
•Melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu gambaran pada daerah yang akan diperiksa.
•Penandatanganan Informed Consent.

Pemeriksaan Histerosalpingografi (HSG) ada dua yaitu HSG Set dan HSG Kateter

1.HSG Set
PERSIAPAN ALAT

Steril
•Speculum
•Portubator
•Portio tang
•Uterus sonde
•Conus
•Spuit
•Cutton
•Steril duk
•Aquadest /NaCl

Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Keranjang sampah
•Kaset dan film 24 x 30
•Grid/lysolm
•Marker

Media kontras
•Iodium water-soluble lebih baik dari oil soluble (yoder).
•Media kontras positif berisi :
a.Meglumine Diatrizoate
b.Sodium Diatrizoate
Contoh : Urografin 60%

WAKTU PEMERIKSAAN
Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.

PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG SET

1.AP Plain (Uterine cavity)
Posisi Pasien
Supine

Posisi Obyek
•MSP pada pertengahan kaset.
•Tangan berada di samping tubuh.
•Tidak ada rotasi pada pelvis.



Central Ray
Vertikal/tegak lurus terhadapa kaset.

Central Point
5 cm proximal simpisis pubis

FFD
100 cm
Ekspose : Tahan nafas pada saat pasien ekspirasi.
NB : Pemasangan kaset dengan posisi portrait



2.AP Post Kontras : 5 cc




Keterangan:
1.Uterine tube
2.Normal contras
3.Body of uterus
4.Speculum

3.AP Oblique (RPO dan LPO) Post Kontras : 3-5 cc



4.AP Post Miksi/Post Void

STRUKTUR YANG TAMPAK
•Daerah 5 cm di atas simphisis pubis harus berada pada pertengahan kaset.
•Semua media kontras harus termasuk juga beberapa daerah “spill”.
•Gambar radiograf harus menunjukkan sedikit skala kontras.

KRITERIA RADIOGRAF PEMERIKSAAN HSG SET
•Bentuk dari uterus yang normal berbentuk segitiga, bagian dasarnya pada fundus dan apex pada sisi inferior, berhubungan dengan canalis cervikalis (Sugiharto, 2006).
•Tidak ada gambaran kelainan seperti tumor, polip, atau bentuk abnormal dari uterus (Sugiharto, 2006).
•Tuba fallopi terletak di kanan kiri uterus. Terbagi atas empat daerah yaitu: interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah yang terlihat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar. Tuba fallopi tidak tersumbat, sehingga media kontras dapat mengisi tuba hingga tumpah ke rongga peritoneal (tampak spil) (Yoder, 1988).
•Terdapat gambaran spekulum maupun partubator di rongga uterus pada metode pemasukan media kontras dengan metal canula (Yoder, 1988).

2.HSG Kateter
PERSIAPAN ALAT

Steril
•Kateter dengan ukuran 8 dan 10
•Korentang
•Spekulum
•Long forcep
•Colby adaptor
•Extention tube
•Balon kateter
•2 way stopcock
•Media kontras
•Spuit 20 cc dan 3 cc
•Duk dan handscoen
•Kassa steril
•Obat antiseptic
•Larutan desinfektan (alcohol, betadine)
•Bengkok
•Mangkuk

Non Steril
•Pesawat sinar-x
•Keranjang sampah
•Kaset dan film 24 x 30
•Grid/lysolm
•Marker

Media kontras
•Iodium water-soluble lebih baik dari oil soluble (yoder).
•Media kontras positif berisi :
a.Meglumine Diatrizoate
b.Sodium Diatrizoate
Contoh : Urografin 60%

PROSEDUR PEMASUKKAN MEDIA KONTRAS

•Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah vagina dibersihkan dengan desinfektan. Diberikan juga obat antiseptic pada daerah cervix.



•Speculum digunakan untuk membuka vagina dan memudahkan cateter masuk. Bagian dalam vagina dibersihkan dengan betadine, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta arah uteri.
•Spuit yang telah terisi media kontras dipasang pada salah satu ujung kateter. Sebelumnya kateter diisi terlebih dahulu dengan media kontras sampai lumen kateter penuh.
•Dengan bantuan long forceps, kateter dimasukan perlahan ke ostium uteri externa.
•Balon kateter diisi dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang diantara ostium interna dan ostium externa. Balon ini harus terkait erat pada canalis servicalis, kemudian speculum dilepas.



•Pasien diposisikan di tengah meja pemeriksaan, dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 5 ml atau lebih.
•Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil spot film radiografnya.
•Balon dikempiskan dan cateter dapat ditarik secara perlahan.
•Daerah vagina dibersihkan.

PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG Kateter
1.AP Plain
2.AP Post Kontras
3.AP Oblique Post Kontras (RPO dan LPO)
4.AP Post Miksi



Keterangan:
1. Tumpahan Spill
2. Uterus
3. Kateter

KRITERIA RADIOGRAF PEMERIKSAAN HSG KATETER
•Bentuk dari uterus yang normal berbentuk segitiga, bagian dasarnya pada fundus dan apex pada sisi inferior, berhubungan dengan canalis cervikalis (Sugiharto, 2006).
•Tidak ada gambaran kelainan seperti tumor, polip, atau bentuk abnormal dari uterus (Sugiharto, 2006).
•Tuba fallopi terletak di kanan kiri uterus. Terbagi atas empat daerah yaitu: interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah yang terlihat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar. Tuba fallopi tidak tersumbat, sehingga media kontras dapat mengisi tuba hingga tumpah ke rongga peritoneal (tampak spil) (Yoder, 1988).
•Tidak ada benda asing seperti IUD (Peter Chen,M.D, 2004).
•Pada radiograf dengan menggunakan Foley Catether Tehnique (FCT), tidak diperoleh gambaran metal artifacts yang dapat menggangu di sekitar rongga uterus (Radiology, 131:542,1979).
•Media kontras yang dimasukan tidak akan bocor atau keluar dari uterus.

Teknik Radiografi Stereoradiografi

PENGERTIAN
Stereo : dimensi pandang
Radio : radiasi sinar-x
Grafi : gambaran
Stereoradiografi adalah suatu teknik radiografi untuk menghasilkan bayangan tiga dimensi dari 2 dua kali eksposi yang menggunakan alat stereoskop untuk melihatnya.

TUJUAN
Dapat digunakan untuk menentukan / mengetahui lokasi, kedalaman dan posisi organ yang tidak bisa ditentukan pada radiograf biasa.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Arah pergeseran tabung tegak lurus thd sumbu organ dominan yang diperiksa.
2. Pembuatan kedua radiograf harus sama dalam hal pengaturan eksposi dan processing film.
3. Identifikasi harus benar menampakkan arah pergeseran tabung dan marker R/L.
4. Bila menggunakan grid, penyudutan tabung sesuai dengan arah grid line.

CARA PENGAMATAN RADIOGRAF STEREORADIOGRAFI
1. Prismatic binocular
2. Stereoscope wheatstone
3. Viewing box / illuminator
Prinsip : Pengambaran kedalaman obyek yang ditunjukkan dengan seluruh gambaran radiografis dari obyek yang sama yang dibuat dengan titik pandang yang berbeda dan dilihat dengan cara khusus.

Syarat
1. Obyek yang difoto harus sama.
2. Dibuat dengan posisi tabung sinar-x yang berbeda.

Metode
1. Metode Translasi (Pergeseran tabung)
Yaitu metode stereoradiografi dimana dalam membuat radiograf dari suatu obyek menggunakan posisi tabung yang berbeda dengan menentukan total pergeseran tabung (TTD).
2. Metode Angulasi (Penyudutan tabung)
3. Kombinasi metode 1 dan 2

KERUGIAN
Stereradiografi memiliki beberapa kekurangan, yaitu:
• Proses pemeriksaan atau pembuatan radiograf menjadi lebih lama.
• Dosis radiasi menjadi 2 kali lipat.
• Interpretasi lebih sulit.



Keterangan
TTD = Total Pergeseran Tabung (Total Tube Displacement).
IPD = Jarak antara kedua pupil mata pengamat (Interpupilary Distance).
VD = Jarak Pengamatan (Viewing Distance).



Keterangan
A = Titik pusat sinar pada pemotretan biasa (radiograf a)
B = Posisi tabung I pada pemotreta stereoradiografi (radiograf b)
C = Posisi tabung II pada pemotretan stereoradiografi (radiograf c)
Jarak BC =TTD
Jarak AB =AC =1/2 TTD

Teknik Radiografi Makroradiografi

PENGERTIAN
Makroradiografi adalah teknik radiografi yang digunakan untuk memperoleh gambaran yang diperbesar dari gambaran awalnya/gambaran yang sebenarnya.

TUJUAN
Untuk memperoleh informasi yang lebih jelas, yang tidak diperoleh dari hasil radiograf biasa diakibatkan oleh ukuran dari bagian – bagian tersebut yang teramat kecil misalnya tulang yang berukuran kecil, saluran- saluran, dan sebagainya.

PRINSIP PEMERIKSAAN
Teknik makroradiografi menggunakan prinsip magnifikasi atau pembesaran ukuran objek dari ukuran sebenarnya dengan cara meletakkan objek pada jarak tertentu dari film.
Teknik makroradiografi dapat dilakukan dalam dua cara yaitu :
•Mengubah FFD tanpa mengubah OFD
•Mengubah FOD tanpa mengubah FFD

Pembesaran objek yang dihasilkan dapat diukur menggunakan rumus :



Keterangan :
MF = Faktor magnifikasi
FFD = Jarak Dari Sumber ke Film
FOD = Jarak antara Fokus ke Objek

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

1.Faktor Pembesaran
•Jarak OFD = FOD maka objek terletak diantara 2 focus.
•Pembesaran bertambah bila OFD ditambah atau diperbesar
Pemilihan ukuran focus berkaitan dengan adanya Unsharpness Geometric (Ug). Ukuran focus yang semakin kecil akan memperkecil ketidaktajaman geometri.

2.Faktor Ketidaktajaman Geometri
•Ug berbanding lurus dengan ukuran focus yang digunakan.
•Ug berbanding terbalik dengan FOD.
•Ug berbanding lurus dengan OFD.

3.Faktor Ketidaktajaman Gerakan
•Gunakan peralatan fiksasi untuk mengurangi gerakan pasien.
•Pergerakan pasien dapat menimbulkan Unsharpness Movement (Um).

4.Faktor Eksposi
•Pemilihan faktor eksposi dipengaruhi oleh adanya air gap antara objek dan film.
•Semakin besar air gap maka faktor eksposi yang digunakan akan makin besar.

5.Faktor Posisi
•Tabung sinar–x harus diatur tegak lurus terhadap film dan objek.
•Bidang objek dan film diatur sejajar.
•Adanya kemiringan dari objek dapat mengakibatkan terjadinya distorsi gambar.

Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography (ERCP)

PENGERTIAN
Endoscopic Retrograde Choledocopancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan radiografi pada pankreas dan sistem billiary dengan bantuan media kontras positif dan menggunakan peralatan fiber optik endoskopi untuk menegakkan diagnosa.

INDIKASI
•Oral dan intravena cholecystography gagal.
•Jaundice.
•Pancreatic disease.

KONTRA INDIKASI
•Sensitif terhadap media kontras
•Pyloric stenosis menghalangi endoskopi
•Acute pancreatitis
•Glaucoma
•Pseudocyst

PERSIAPAN ALAT
•Pesawat sinar-x dan fluoroskopi
•Fiber optic endoscope : satu bendel glass fibre disatukan dan xenon light illuminator ditengah alat ini ada saluran untuk masuk kateter untuk memasukkan media kontras.
•Kaset dan film
•Apron
•Gonad shield
•Kateter
•Media kontras
•Obat dan peralatan emergensi

PERSIAPAN PASIEN
•Tanyakan apakah pasien hamil atau tidak.
•Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat asma atau tidak.
•Pasien diminta menginformasikan tentang obat-obatan yang dikonsumsi.
•Pemeriksaan darah lengkap dilakukan 1-2 hari sebelumnya.
•Pasien puasa 5-6 jam sebelum pemeriksaan dimulai.
•Bila diperlukan, pasien dapat diberikan antibiotik.
•Penandatanganan informed consent.
•Plain foto abdomen.
•Premidikasi ameltocaine lozenge 30 mg.
•Media kontras : untuk panceatic duct diberikan angiografin 65% atau sejenisnya dan untuk billiary duct diberikan Conray 280 atau sejenisnya.

TEKNIK RADIOGRAFI
•Pasien miring disisi kiri pada meja pemeriksaan.
•Endoskop dimasukan melalui mulut kedalam oesophagus selanjutnya melewati gaster melalui duodenum.



•Endoskopi diposisikan pada bagian tengah duodenum dan papilla vateri.
•Poly kateter diisi media kontras (berada dipertengahan endoskopi).
•Biasanya pancreatic duct diisi media kontras selanjutnya billiary duct.
•Dibuat spot foto dipandu dengan fluoroscopy.



PERAWATAN POST PROSEDUR
•Pasien dimonitor hingga efek dari obat-obatan hilang.
•Setelah pemeriksaan pasien mungkin akan mengalami perasaan tidak nyaman pada tenggorokan, kembunga dan nausea (udara yang masuk).
•Komplikasi yang mungkin muncul seperti pancreatitis, perforasi, pendarahan ataupun reaksi alergi akibat sedative.
•Informasikan pada pasien untuk melaporkan apabila muncul fever, nyeri yang hebat ataupun pendarahan.

Post Operative Choledocography ( T- Tube Choledocography)

PENGERTIAN
Post Operative Choledocography ( T- Tube Choledocography) adalah pemeriksaan radiografi pada sistem biliari yang biasanya dilakukan 10 hari post operasi sebelum selang kateter dicabut.

TUJUAN
•Menunjukkan ukuran dan patency dari duktus.
•Status spinter pada hepatopancreatic ampulla.
•Menampakkan batu residual atau yang tidak terdeteksi sebelumnya.

PERSIAPAN ALAT
•Pesawat sinar-x dan fluoroskopi
•Kaset dan film
•Gonad shield
•Apron
•Arteri forcep
•Spuit 20 cc
•Cannula gas steril
•Antiseptik
•Ampule contras media
•Obat dan peralatan emergensi
•Media kontras water soluble dengan konsentrasi antara 25% hingga 30% misalnya Hypaque 25 % (Konsentrasi tinggi menyebabkan small stone tidak nampak).

PERSIAPAN PEMERIKSAAN
•Drainage tube diklem, untuk mencegah udara masuk ke duktus (menampakkan cholesterol stone).
•Pasien diminta puasa sebelum pemeriksaan.
•Bila diperlukan, dapat dilakukan enema 1 jam sebelum pemeriksaan.
•Premidikasi tidak ada


TEKNIK RADIOGRAFI
•Plain foto dengan pasien supine pada meja fluoroscopi pada posisi AP dengan bagian kanan abdomen difoto. Batas bawah kaset pada SIAS.
•Selang dijepit oleh ateri forceps, selang didesinfektan menggunakan antiseptik.
•Kontras dimasukan lewat selang yang sudah terpasang, diperhatikan agar no bubble masuk kedalam selang.
•Prosedur penyuntikan dipandu melalui fluoroscopi sampai ductus-duktus terlihat jelas.

PROYEKSI PEMERIKSAAN
1.AP Oblique (RPO)
2.Lateral
Untuk menampakkan cabang dari duktus hepatikus dan mendeteksi kelainan.

07 Mei 2010

Teknik Radiografi Vaginografi

PENGERTIAN
Vaginografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian vagina dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.

TUJUAN
Investigasi malformation.
Investigasi fisiologis dan penyakit patologis dalam vagina.

INDIKASI
Investigasi penyakit kongenital dalam vagina.
Kelainan patologis seperti vesicavaginalfistula dan enterovaginalfistula.

KONTRA INDIKASI
Alergi terhadap media kontras

PERSIAPAN ALAT
•Pesawat sinar-x
•Kaset dan film 18 x 24
•Grid/lysolm
•Marker
•Kateter
•Vaselin
•Spuit disposible
Contrast media : BaSO4 Konsentrasi sama seperti pemeriksaan colon yaitu 1 : 8 dan jumlah media kontras 40 – 60 cc.
•Steril cass
•Obat antiseptic
•Larutan desinfektan (alkohol, betadine)
•Bengkok, mangkuk
•Peralatan kegawat daruratan (tabung O2, alat suction, dan lain-lain)


PERSIAPAN PASIEN
•Laxanisasi pada area pelvis.
•Pasien buang air kecil untuk mengkosongkan blass.
•Melepaskan benda-benda logam yang dapat menggangu gambaran pada daerah yang akan diperiksa.
•Penandatanganan Informed Consent.

PROYEKSI PEMERIKSAAN
1.AP
Posisi Pasien
Supine

Posisi Obyek
•MSP tubuh di pertengahan kaset.
•Mid superior kaset pada SIAS.
•Mid inferior kaset pada simphisis pubis.
•Posisikan knee joint sejajar.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Pada level batas superior simphisis pubis

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.



2. AP Oblique
Posisi Pasien
Oblique

Posisi Obyek
•Dari posisi supine pasien dirotasikan 450 terhadap meja pemeriksaan.
•Fistula todecrip tidak superimposisi dengan organel lainnya (sigmoid/ileum & vagina)
•Mid superior kaset pada SIAS.
•Mid inferior kaset pada simphisis pubis.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
2 cm lateral dari MSP setinggi batas superior simphisis pubis

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.





3. Lateral
Posisi Pasien
Miring ke salah satu sisi

Posisi Obyek
MCP pada pertengahan dan tegak lurus terhadap kaset.
Mid superior kaset pada SIAS.
Mid inferior kaset pada coccyx.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pada MCP 2 inchi inferior SIAS

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.
NB : proyeksi ini untuk menggambarkan fistula pada inferior rektovaginal.



Kriteria Gambar
•Batas superior simphisis pubis harus berada pada pertengahan gambar.
•Beberapa fistula harus tampak pada gambar.
•Densitas yang optimal dan kontras sangat dibutuhkan untuk memvisualisasikan vagina dan beberapa fistula.
•Paha bagian proksimal tidak superimposisi degan pelvis pada proyeksi oblique.
•Hip dan femur harus superimposisi pada proyeksi lateral.

Teknik Radiografi Fetografi

PENGERTIAN
Fetografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada ibu hamil dengan menggunakan sinar-x dan untuk melihat kondisi janin. Namun sekarang lebih sering digunakan USG. Pemeriksaan ini hanya dilakukan setelah trimester ke 3 dan dilakukan pada indikasi tertentu dan keadaan tertentu. Pemeriksaan ini sering dikenal Foto Polos Abdomen (FPA) Gravid Reproduction.

KEGUNAAN
1. Menentukan umur kehamilan (trimester III)
• Ephifise distal femur yang menunjukkan umur kehamilan 36 minggu.
• Ephifise proksimal femur yang menunjukkan umur kehamilan 38 minggu.

2. Menentukan letak janin
3. Menentukan jumlah janin (tunggal, gemelli, multiple)

4. Menentukan letak kepala janin
• Preskep : Diameter kepala di bawah.
• Presbo : Posisi pantat/glutea.
• Posisi Lintang : Diameter kepala berada di diameter samping.

5. Menentukan tanda janin mati (pengganti USG)
• Ada pertumbuhan atau tidak
• Adanya Robert Sign’s

Ciri Robert Sign’s
• Ada udara di sistem sirkulasi.
• Adanya maserasi jaringan & elemen darah yang mati.
• Timbul gas CO2 , sebagian O2 dan N2.
• Gas masuk ke dalam jaringan , gambar radiolusent bulat.
• Lobulated di daerah jantung.
• Atau gambaran pohon bercabang dari hepar disebabkan masuknya gas ke hepar.
• Tanda tersebut terlihat setelah 12 jam – 1 minggu janin meninggal.

CATATAN BNO POLOS PADA NON GRAVID
Digunakan untuk menentukan gas pada pertubasi masuk ke cavum abdomen atau tidak. Prosesnya yaitu
Gasàcavum uterusà tuba à masuk cavum peritonii à sesudah partubasi à dilakukan Foto Abdomen Tegak
Bila ada udara di subdiafragma kanan (warna hitam seperti bulan sabit/melengkung mengikuti bentuk diafragma = semilunar shape)itu merupakan Tuba Patent

1. Adanya Horner Spalding Sign
• Adanya overlapping diameter tulang calvaria.
• Terlihat setelah 24 jam-3 minggu dari waktu kematian janin.

2. Deules Halo Sign
• Adanya udara berupa gambar radiolusen antara calvaria dan lemak subcutan.
• Gambaran terlihat 2 hari – 32 minggu sesudah janin mati.

3. Atoni , hipotoni pada janin
• Angulasi/vertebra kolaps/terbentuk garis Gibbes Appereance diketemukan oleh Schmids’s
• Kolaps dinding thorax
• Hiperekstensi tulang belakang (Jungmann).
• Hiperfleksi tulang belakang (Hartley).
• Tulang kerangka tidak beraturan/desintegrasi tulang-tulang (dianggap sebagai tindak lanjut).

PERSIAPAN PASIEN
• Informasi dan komunikasi yang baik dan jelas tentang pelaksanaan pemeriksaan fetografi.
• Melepas benda-benda logam yang dapat mengganggu gambaran pemeriksaan.
• Pengosongan daerah blass

PERSIAPAN ALAT
• Pesawat kemampuan cukup (80 – 90 kV)
• Kaset dan film 30 x 40
• Grid/lysolm
• Marker
• Gonad shield

PROTEKSI RADIASI
• Faktor ekspose yang cukup dengan menggunakan High kV Technique.
• Hindari pengulangan foto, lakukan prosedur dengan tepat.
• Luas penyinaran seminimal mungkin.

PERAWATAN POST PEMERIKSAAN
• Apabila ada perdarahan (dari placenta previa), pasien perlu istirahat atau lakukan tindakan emergensi.
• Lakukan observasi pasien.
• Siapkan peralatan resusitasi/respirasi O2 bila pasien sesak nafas.

PROYEKSI PEMERIKSAAN

1. AP/PA
Posisi Pasien
Supine/prone

Posisi Obyek
• MSP tubuh di pertengahan kaset.
• Rongga abdomen di pertengahan kaset.
• Batas atas kaset diafragma dan batas bawah kaset simphisis pubis.
• Posisikan knee joint sejajar.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Pertengahan kedua SIAS setinggi Lumbal ke-3

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Tampak gambaran tulang fetus.
• Densitas dan kontras dapat memperlihatkan persendiaan & tulang fetus.
• Tidak tampak rotasi abdomen.

2. Proyeksi Lateral
Posisi Pasien
Miring salah satu sisi tubuh

Posisi Obyek
• Daerah abdomen pada pertengahan film.
• Kedua lengan di atas sebagai ganjalan kepala.
• Kedua tungkai fleksi maksimal.
• Axilare plane tegak lurus meja pemeriksaan.

Central Ray
Vertikal tegak lurus

Central Point
Pada axilare plane setinggi Lumbal ke-3

FFD
90-100 cm
Ekspose : Saat pasien ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Hip joint & femur superposisi
• Densitas dan kontras dapat memperlihatkan persendian fetus dan tulang
• Gambaran fetus terkover dengan jelas

Rumus Berat Badan Ideal

Pernahkah anda dikatakan gemuk atau dikatakan kurus. Pastinya anda tidak senang diktakan demikian. Kemudian pastinya anda berpikir bagaimana seharusnya saya agar mempunyai berat badan ideal. Cara yang paling baik adalah olahraga dan makan-makanan teratur. Tetapi saat anda melakukan itu semua anda pasti mempunyai berapa target berat badan yang anda inginkan. Untuk mengetahui itu semua, ada rumus untuk menghitung berat badan agar berat badan yang anda inginkan ideal.
Selidik punya selidik, rumus untuk menghitung berat badan itu sudah ada sejak lama kurang lebih seabad yang lalu. Orang yang pertama membuat rumus berat badan ideal adalah seorang ahli bedah dari Perancis yang bernama bernama Dr. P.P. Broca pada tahun 1897 (Halls, 2005).
Namun rumus yang dibuat oleh Dr. P. P. Broca terus mengalami perkembangan dan modifikasi. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari tiga kutipan berikut :

1. Rumus Broca seperti yang dikutip dari tulisan Steven B. Halls (2005) adalah :



2. Rumus Broca yang dikutip dari publikasi di Website Depkes RI adalah :



Khusus untuk pria dengan tinggi badan kurang dari 160 cm dan wanita kurang dari 150 cm, digunakan rumus :



Interpretasi : seseorang dikatakan underweight bila bobot badannya kurang dari 90% bobot badan ideal.

3. Rumus Broca yang dikutip dari Pikiran Rakyat (2004) :



Tetapi banyak orang menggunakan rumus yang sangat disederhanakan, yaitu :



Kemudian tahun 1974 Dr. BJ Devine mempublikasikan sebuah rumus baru untuk menghitung berat badan ideal. Rumus tersebut adalah (Halls, 2005) :



Rumus Devine ini sebenarnya dibuat untuk digunakan dalam dunia medis, yaitu menghitung dosis obat-obat tertentu seperti digoksin, teofilin, atau gentamisin. Tetapi kemudian penggunaannya semakin meluas. Sebagian besar rumus-rumus penghitung berat badan ideal yang dipajang di situs-situs internet menggunakan rumus ini.
Pada tahun 1983, Dr. JD Robinson mempublikasikan rumus penghitung berat badan ideal yang dimodifikasi dari rumus Devine (Halls, 2005).



Modifikasi rumus Devine juga dilakukan oleh Dr. DR Miller. Rumus tersebut adalah (Halls, 2005) :


Baik Rumus Devine, Robinson, maupun Miller tampaknya hanya tersedia dalam satuan inci dan feet (kaki). Sedangkan satuan dalam cm tidak penulis temukan saat tulisan ini dibuat.
Rumus lain yang banyak digunakan untuk mengetahui status berat badan adalah Indeks Massa Tubuh (IMT atau BMI, body mass index). Rumus ini lazim digunakan di bidang kesehatan termasuk oleh WHO (World Health Organization). Pada rumus IMT, status berat badan dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m). Rumusnya adalah :



Jika nilai IMT sudah didapat, hasilnya dibandingkan dengan ketentuan berikut :
Nilai IMT < 18,5 = Berat badan kurang
Nilai IMT 18,5 - 22,9 = Normal
Nilai IMT 23-24,9 = Normal Tinggi
Nilai IMT 25,0 - 29,9 = Gemuk
Nilai IMT >= 30,0 = Gemuk Banget
Sumber : Adaptasi dari Kriteria WHO

Contoh :
Seseorang mempunyai berat badan 60 dan mempunyai tinggi badan 1,65 m. Berapakah Indeks Massa Tubuhnya?

IMT = Berat Badan : (Tinggi Badan)2
= 60 : (1,65)2
= 60 : 2,7225
= 22,038..
Berdasarkan nilai tersebut orang tersebut termasuk dalm kategori normal.

Semoga rumus ini dapat membantu dan bermanfaat bagi anda yang ingin mempunyai berat badan ideal. Selamat mencoba.

02 Mei 2010

Percutaneous Transhepatic Choledochography (PTC)

PENGERTIAN
Percutaneous Transhepatic Choledochography adalah pemeriksaan radiografi invasive pada duktus biliaris dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.
Sangat berperan terutama pada membedakan obstruksi jaundice dan non obtruksi dan digunakan untuk menentukan posisi, ukuran dan penyebab obstruksi.

INDIKASI
• Eksplorasi kelainan system billiary seperti cholangiocarcinoma, stone, stricture, sclerosing, maligna, kista, atresia biliary dan biliary fistula
• Jaundice/icterus dimana nampak dilatasi dari ductal system (dengan USG/CT) namun etiologi dari obstruksi belum jelas.
• Ductus sukar diviasualkan dengan pemeriksaan lain (apabila oral dan IV - cholecystografi gagal).
• Pancreatic disease

KONTRA INDIKASI
• Sensitive terhadap media kontras
• Pyloric stenosis
• Acute pancreatistis
• Glaucoma

KOMPLIKASI
• Intraperitoneal Bleeding
• Intrapritoneal Leakage of Bile dan Peritonitis
• Liver Failure
• Septicamia
• Intraperitoneal Abses


PERSIAPAN ALAT
• Pesawat sinar-x dan fluoroskopi
• Kaset dan film 24 x 30
• Grid/lysolm
• Marker
• Kapas alkohol atau wipes
• Handuk atau spon untuk bantalan lengan
• Gonad shield
• Peralatan dan obat kegawatdaruratan (tabung O2, alat suction, dan lain-lain)
• Desinfektan
• Duk sterile
• Skin cleanser
• Ampule contras media
• Disposible needle
• Needle catheter/Chiba Needle
• Media kontras yang digunakan Hypaque 45 % sekitar 20-60 cc disiapkan dalam spuit yang dihubungkan dengan jarum Chiba.

PERSIAPAN PASIEN
• Puasa 5 jam sebelum pemeriksaan dimulai.
• Pemeriksaan darah dan urine lengkap.
• Pemeriksaan fungsi hati.
• Penandatangan Informed Consent.
• Buang air kecil sebelum pemeriksaan.
• Persiapan lokal pada tempat injeksi.
• Skin area diantara bagian bawah chest dan bagian atas abdomen dibersihkan dengan larutan desinfektan (iodine, pyodine atau chlorhexidine) kemudian ditutup dengan duk sterile.
• Anastesi lokal bagian lower intercostal space (antar costae 7,8 atau 9).

PREMEDIKASI
Omnopon/scopolamine

TEKNIK RADIOGRAFI
• Pasien tidur supine pada meja fluoroscopy.
• Foto AP right side / sebelah kanan dari abd dengan batas bawah pada SIAS.
• Setelah dianastesi lokal, chiba needle dimasukan kedalam liver secara percutan dengan pengawasan melalui fluoroscopy.



• Setelah diketahui letak bile duct, diambil cairan empedunya untuk pemeriksaan lab.
• Selanjutnya media kontras disuntikan sedikit untuk mengetahui posisi jarum sudah tepat apa belum.
• Jumlah kontras media sangat bervariasi tergantung volume dari saluran empedu.
• Bila terjadi kebuntuan saluran, maka needle diganti dengan cateter untuk drainase.



• PA dan Oblique menggunakan serial film changer dan meja pemeriksaan dinaikan sedikit, sehingga posisi kepala lebih tinggi dari kaki.
• Apabila diidentifikasi adanya obstruksi pada saluran empedu selanjutnya dipersiapkan untuk laparatomi.



PERAWATAN PASIEN
• Temperatur, nadi dan tekanan darah dicek setiap saat (15 menit, 4 jam dan selanjutnya sampai 24 jam.
• Dan selanjutnya diobservasi sampai 48 jam apabila terindikasi adanya perdarahan dan kebocoran empedu.

Teknik Radiografi Intravena Cholecystography (IVC)

PENGERTIAN
Intravena Cholecystography (IVC) adalah pemeriksaaan radiografi pada traktus biliaris dengan memasukkan media kontras positif secara intravena dengan bantuan sinar-x untuk menegakkan diagnosa. IVC jarang dilakukan karena angka kejadian reaksi media kontras cukup tinggi dan adanya prosedur/modalitas lainnya.

INDIKASI
• Untuk evaluasi duktus biliaris pada pasien dengan cholecystectomi.
• Untuk evaluasi duktus biliaris pada non-cholecystectomi pasien.
• Pada kasus dimana biliary tract tidak nampak pada pemeriksaan OCG.
• Pada kasus dimana karena vomiting dan diarrhea, pasien tidak mampu menerima pemasukan media kontras secara oral.

KONTRA INDIKASI
• Pasien dengan liver desease.
• Non-intact duktus biliaris.
• Pasien dengan peningkatan bilirubin (lebih dari 2 mg/dl).
• Untuk pasien dengan obstructive jaundice dan post cholecystectomy.

PERSIAPAN ALAT
• Pesawat sinar-x
• Kaset dan film 24 x 30
• Grid/lysolm
• Marker
• Kapas alkohol atau wipes.
• Handuk atau spon untuk bantalan lengan
• Gonad shield
• Peralatan kegawat daruratan (tabung O2, alat suction, dan lain-lain)

• Spuit
• Needle
• Media kontras iodipamide (biligrafin forte) 50% atau biligrafin 30%

TEKNIK PEMASUKKAN MEDIA KONTRAS
Media kontras biasanya diinjeksi melalui vena cubiti yang selanjutknya melalui jantung dan diedarkan melalui arterial circulation. Media kontras tiba di liver melalui arteri hepatika dan vena porta, media kontras akan mengalami perubahan biokimia dan disekresikan oleh bile dan ditampung di gall bladder.

PROSEDUR PEMERIKSAAN
Radiograf dibuat dengan interval 10 menit sampai didapat gambaran yang optimal.
Opacity maximal biasanya pada 30-40 menit post injeksi.
Pada kasus-kasus tertentu, pemeriksaan bisa dilakukan hingga 2 jam post injeksi (gall bladder terisi penuh).
Radiograf kembali diambil 10-20 menit setelah fatty meal dilakukan.

TEKNIK PEMERIKSAAN
1. PA (scout)
Untuk mengetahui menentukan posisi dan FE.

Posisi Pasien
Prone

Posisi Obyek
• Kepala diberi bantal.
• Kedua tangan di samping kepala.
• Tungkai bawah lurus dengan suport pada ankle.
• Setengah bagian kanan tubuh berada pada pertengahan kaset (sthenik) dan gallblader lebih horizontal, 5 cm lebih tinggi dan lateral untuk hypersthenik, untuk asthenic gallblader vertikal dan 5 cm lebih rendah dan dekat midline.
• Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Setinggi Lumbal ke-2 (sekitar 1,25-2,5 cm dari margin terendah costae) dan 5 cm ke kanan dari MSP

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

2. Injeksi
Informasikan pada pasien, kemungkinan adanya hot flush saat media kontras diinjeksikan.

3. Post injeksi (AP Oblique (RPO))
Posisi Pasien
Supine

Posisi Obyek
• Oblique dengan bagian kanan belakang tubuh menempel di meja pemeriksaan dan bagian kiri tubuh menyudut 10-200 dengan meja pemeriksaan.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Sekitar 2 inchi superior dari prone oblique (sekitar 7,5 cm kearah kanan dari lumbal ke-3 dan 2 inchi superior).

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

Teknik Radiografi Oral Colecystography

PENGERTIAN
Oral cholecystografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada sistem biliari dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa.



INDIKASI PEMERIKSAAN
• Cholelithiasis
• Cholecystisis
• Biliary Neoplasia
• Opacities
• Biliary Stenosis

KONTRA INDIKASI
• Vomiting or diarrhea
• Pyloric obstruction
• Malabsorption syndrome
• Severe jaundice
• Liver dysfunction
• Hepatocellular disease
• Hipersensitive terhadap kontras media

PERSIAPAN ALAT
• Pesawat sinar-x
• Kaset dan film 24 x 30
• Grid/lysolm
• Gonad shield
• Marker
• Time marker
• Tempat mengaduk kontras
• Sendok
• Gelas
• Media kontras dapat berupa :
1. Biloptin(kapssul/granula/liquid)
2. Solubiloptin (podwer sachet)
3. Telepaque (tablet/podwer/liquid)
4. Biliodyl (tablet)
5. Orabilix

PERSIAPAN PASIEN
• Penandatangan Informed Consent.
• Siang sehari seblum pemeriksaan, pasien diberikan makanan yang kaya simple fat.
• Malam hari sehari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan rendah lemak.
• Media kontras diberikan 3-4 jam setelah makan malam terakhir, dengan single dose 3 gram (tablet/kapsul/liquid).
• Kontras media yang bisa diberikan dapat berupa telepaque (tablet/podwer/liquid), biliodyl (tablet) dan orabilix. Konsetrasi kontras maximal 10-12 jam setelah administrasi dan pemeriksaan dimulai.
• Selain itu media kontras yang dapat dipakai yaitu biloptin(kapssul/granula/liquid), solubiloptin (podwer sachet) dan media kontras diberikan pada pagi hari saat pemeriksaan, pemeriksaan diambil 3-4 jam setelahnya.

SCOUT RADIOGRAF
• Scout foto dapat diambil dalam posisi supine atau prone.
• Fungsi scout foto:
Ada/tidaknya gall bladder?
Bila nampak, bagaimana konsentrasi media kontras?
Apakah lokasinya telah tepat?
Bagaimana faktor eksposi?
• Sebaiknya scout diambil dengan plain abdomen, untuk mengetahui posisi yang tepat.
• Bila gall bladder tertutup material feses perlu dilakukan enema.
• Bila gall bladder belum juga nampak, maka persiapan diulang 1 hari, kemudian pemeriksaan dilakukan keesokan harinya.
• Posisi pemeriksaan yang dpt dilakukan adalah supine, prone, prone oblique, upright/erect, dan/atau lateral decubitus
• Posisi erect atau lateral decubitus, baik untuk menampakkan small stone pada lapisan fundus gall bladder.
• Bila fundus superposisi dengan organ intestinal atau spine, recumbent PA oblique
• Untuk mencegah superposisi dengan costae, ekposure dilakukan pada akhir full inspiration.
• Bila gall bladder berada pada iliac fossa, posisi supine akan menampakkan organ gallblader lebih superior, atau CR chepalic angulation.

PROYEKSI PEMERIKSAAN

1. PA (scout)
Posisi Pasien
Prone

Posisi Obyek
• Kepala diberi bantal.
• Kedua tangan di samping kepala.
• Tungkai bawah lurus dengan suport pada ankle.
• Setengah bagian kanan tubuh berada pada pertengahan kaset (sthenik) dan gallblader lebih horizontal, 5 cm lebih tinggi dan lateral untuk hypersthenik, untuk asthenic gallblader vertikal dan 5 cm lebih rendah dan dekat midline.
• Pastikan tidak ada rotasi pada pelvis.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Setinggi Lumbal ke-2 (sekitar 1,25-2,5 cm dari margin terendah costae) dan 5 cm ke kanan dari MSP

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

2. PA Oblique (LAO)
Posisi Pasien
Prone
Posisi Obyek
• Seperempat tubuh bagian kanan dipertengahan meja.
• Tangan kiri di samping tubuh dan tangan kanan ditekuk di kepala.
• Untuk sthenic/hypostenic penyudutan badan 20- 250dengan meja pemeriksaan.
• Untuk hyperstenic penyudutan badan 15-200 dengan meja pemeriksaan.
• Untuk asthenic penyudutan badan 35-400 dengan meja pemeriksaan.
• Batas bawah kaset pada SIAS dan batas atas kaset pada diafragma.



Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Kurang lebih 7,5 cm kearah kanan dari Lumbal ke-3

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.



3. Right Lateral Decubitus (Proyeksi PA)
Posisi Pasien
Pasien tidur miring ke arag kanan

Posisi Objek
• Kepala pada bantal.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee ditekuk semaksimal mungkin.
• Gallblader pada pertengahan kaset.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.

Central Ray
Horizontal/tegak lurus
Central Point
Setengah bagian kanan abdomen

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

4. PA (Erect)
Posisi Pasien
Erect menghadap kaset

Posisi Objek
• Atur 5 cm ke kanan dari MSP pada pertengahan kaset.
• Untuk tipe asthenic rotasikan tubuh 10-150.
• Kedua lengan di samping tubuh.

Central Ray
Horizontal/tegak lurus

Central Point
Pada gallblader sekitar 2,5 - 5 cm lebih inferior dari scout radiograf.

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

PROYEKSI PEMERIKSAAN ALTERNATIF
1. AP Oblique (RPO)
Posisi Pasien
Supine

Posisi Obyek
• Oblique dengan bagian kanan belakang tubuh menempel di meja pemeriksaan dan bagian kiri tubuh menyudut 10-200 dengan meja pemeriksaan.
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.



Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Sekitar 2 inchi superior dari prone oblique (sekitar 7,5 cm kearah kanan dari lumbal ke-3 dan 2 inchi superior).

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.



2. Right Lateral
Posisi Pasien
Tidur miring dan sisi sebelah kanan menempel meja pemeriksaan

Posisi Obyek
• Kedua lengan difleksikan di atas kepala.
• Kedua knee juga difleksikan semaksimal mungkin.
• Tidak ada rotasi pada pelvis.
• Pastikan shoulder dan hip true lateral.

Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Antara lumbal ke-1–5 (sekitar lumbal ke-3)

FFD
100 cm
Ekspose: pasien tahan nafas saat ekspirasi.

Teknik Radiografi Mammografi

PENGERTIAN
Mammografi adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian mammae (payudara) dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif atau tidak untuk menegakkan diagnosa.



TUJUAN
Tujuan umum untuk melihat susunan anatomis dan patologis.
Tujuan khusus untuk melihat sol abnormal.
GAMBAR MAMA AP

PRINSIP MAMMOGRAFI



INDIKASI
• Screening Test
• Karsinoma (Ca)
• Fibroma
• Benjolan pada payudara
• Sumbatan

PERSIAPAN PASIEN
Informasi dan komunikasi yang baik dan jelas tentang pelaksanaan pemeriksaan mammografi.
Melepas pakaian dan benda-benda logam yang dapat mengganggu gambaran pemeriksaan.

PERSIAPAN ALAT
1. Mammografi Unit
• Anoda Mo
• Kaset khusus
• Ada Conus
• Filter : Al

2. Film khusus mammografi :
• Non Screen
• High Definition

TINDAKAN PROTESI RADIASI
Tujuan
• Menghindari dosis radiasi yang diterima pasien melampaui batas yang diijinkan.
• Menghindari kerusakan organ tubuh lain yang peka terhadap radiasi.

Tindakan
• Dilakukan hanya bila ada perintah dokter.
• Luas lapangan seminimal mungkin.
• Bekerja seteliti mungkin.

PROYEKSI PEMERIKSAAN

1. Mediolateral
Posisi Pasien
Recumbent dan sedikit oblique ke posterior

Posisi Obyek
• Bagian mamae yang difoto dekat kaset.
• Mammae diletakkan di atas kaset dengan posisi horizontal.
• Lengan posisi yang difoto di atas sebagai ganjal kepala.
• Lengan lain menarik mamae yang tidak difoto ke arah mediolateral agar tidak superposisi dengan lobus lain.



Central Ray
Vertikal/tegak lurus/medio lateral

Central Point
Pertengahan mamae
FFD
Sedekat mungkin (konus menempel mamae), bila perlu kontak
NB : teknik soft tissue teknik

2. Superoinferior
Posisi Pasien
Duduk/erect

Posisi Obyek
• Mammae diletakkan diatas kaset.
• Film diatur horizontal.
• Tangan sebelah mammae yang difoto menekan kaset kearah dalam posterior dan tangan lain di belakang tubuh
• Sebaiknya dengan sistem kompresi (mengurangi ketebalan mamae agar rata & tipis)
• Kepala menoleh kearah yang berlawanan





Central Ray
Vertikal/tegak lurus

Central Point
Pertengahan mamae

FFD
35–40 cm
NB : teknik soft tissue teknik



3. Aksila
Tujuan : untuk melihat penyebaran tumor pada kelenjar aksila.

Posisi Pasien
Erect

Posisi Obyek
• Dari posisi AP tubuh yang tidak difoto dirotasikan posterior 15 – 300 sehingga sedikit oblique.
• Obyek diatur ditengah film.
• Film vertikal pada tepi posterior.
• Batas atas film pada costae 11-12.
• Lengan sisi yang difoto diangkat ke atas dan fleksi dengan tangan di belakang kepala, lengan yang tidak difoto di samping tubuh.



Central Ray
Horisontal/tegak lurus

Central Point
5 cm di bawah aksila

FFD
35–40 cm

Teknik Radiografi OMD (Oesophagus Maag Duodenum)

PENGERTIAN
Oesophagus Maag Duodenum adalah suatu pemeriksaan radiografi pada bagian lambung dengan menggunakan sinar-x dan bantuan media kontras positif untuk menegakkan diagnosa. Biasanya merupakan pemeriksaan satu paket dengan oesophagus dan duodenum.

BODY HABITUS
Tipe dari body habitus memberikan efek yang sangat besar terhadap lokasi organ pencernaan pada rongga abdomen. Untuk keakuratan dan konsistensi posisi dari organ pencernaan perlu diketahui karakteristik dan klasifikasi dari body habitus. Terdapat 4 kelompok dari body habitus yaitu : hypersthenic, sthenic, hyposthenic dan asthenic.



INDIKASI
• Gastritis (Radang gaster baik akut maupun kronik)
• Divertikula (Penonjolan keluar dari maag yang membentuk kantung dan banyak terjadi pada fundus)
• Hematemesis (Perdarahan)
• Neoplasma (Tumor atau kanker )
• Hernia hiatal hingga sebagian lambung tertarik keatas diafragma karena esophagus yang pendek.
• Stenosis pylorus (Penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus)
• Bezoat / Undigested material (biasanya berupa rambut, serat sayuran atau bahan kayu)
• Ulcers (Erosi dari mukosa dinding lambung karena cairan gaster, diet, rokok, dan bakteri)
• Ulcer/ulkus/tukak (Luka terbuka pada permukaan selaput lender lambung)
• Perforasi
• Regurgitasi

KONTRA INDIKASI
• Persangkaan perforasi tidak boleh menggunakan BaSO4 tetapi menggunakan water soluble kontras (urografin, iopamiro).
• Obstruksi usus besar.

PERSIAPAN PASIEN
• Tanyakan riwayat alergi terhadap iodium maupun barium.
• Tanyakan apakah pasien mengkonsumsi obat-obatan saat ini.
• Apabila pasien wanita dalam usia produktif, tanyakan apakah pasien sedang hamil atau tidak.
• Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan (kooperatif).
• Dua hari sebelum pemeriksaan, pasien makan makanan yang lunak/rendah serat, misalnya bubur kecap untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi.
• 12 jam sebelum pemeriksaan pasien minum obat pencahar agar colon bebas dari fecal material dan udara.
• Lambung harus dalam kondisi kosong dari makanan dan air, pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan.
• Selanjutnya pasien puasa sehingga pemeriksaan selesai dilakukan.
• Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat – obatan yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi, dan lain-lain.
• Selama puasa pasien dinjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara untuk meminimalisasi udara dalam usus.
• Melepaskan benda-benda logam yang dapat mengganggu gambaran pemeriksaan.
• Penandatanganan Informed Consent. Petugas harus hati-hati dan selalu memastikan pasien telah diberikan penjelasan dan menandatangani informed consent.

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
• Pesawat x-ray dan fluoroskopi.
• Baju pasien.
• Gonad shield.
• Apron.
• Sarung tangan Pb.
• Kaset dan film ukuran 30 x 40 cm2.
• Bengkok.
• Lysolm/grid.
• X-ray marker.
• Tissue/Kertas pembersih.
• Media kontras positif = BaSO4 : air hangat (1 : 4).
• Media kontras negatif (tablet efferfecent, natrium sulfas, sprite,dan lain-lain).
• Obat emergency seperti dexametason, delladryl, dan lain-lain.
• Sendok/straw (pipet) dan gelas.

PROSEDUR PEMERIKSAAN

Single Kontras
• Penjelasan pada pasien tentang prosedur foto polos abdomen.
• Dilakukan persiapan pemeriksaan.
• Dibuat foto polos abdomen/dilakukan fluoroskopi hepar, dada, dan abdomen.
• Pasien diberi media kontras 1 gelas.
• Jika memungkinkan pasien dalam posisi berdiri, jika pasien recumbent pasien minum dengan sedotan.
• Pasien diinstruksikan minum 2 – 3 teguk media kontras, dilakukan manipulasi agar seluruh mukosa terlapisi diikuti fluoroskopi atau dibuat foto yang diperlukan.
• Setelah melihat rugae pasien minum sisa barium untuk melihat pengisian penuh dari duodenum.
• Dengan teknik fluoroskopi pasien dirotasi dan meja dapat disudutkan sehingga seluruh aspek oesophagus, lambung dan duodenum terlihat.

Double Kontras
• Setelah minum media kontras positif, pasien diberi pil, bubuk carbonat dan sebagainya untuk menghasilkan efek gas (teknik lama, sisi sedotan dilubangi sehingga pada saat minum media kontras sekaligus udara masuk ke lambung).
• Pasien diposisikan recumbent dan diinstruksikan untuk berguling–guling 4 – 5 putaran sehingga seluruh mukosa terlapisi.
• Dapat diberikan glucagon atau obat lain untuk mengurangi kontraksi lambung (lambung tidak relax).
• Dilakukan pengambilan foto dengan proyeksi sesuai yang diinginkan sama pada teknik single kontras.
• Bila menggunakan fluoroskopi diambil spot foto pada daerah – daerah yang diinginkan.

TEKNIK PEMBUATAN RADIOGRAF

Dengan Fluoroskopi
• Pasien disuruh berguling diikuti dengan fluoroskopi dilihat hingga BaSO4 melumuri seluruh permukaan lambung.
• Buat spot foto lambung posisi RAO, lateral kanan, PA, dan LPO.
• Spot foto dibuat sesuai dengan kelainan/posisi yang diperlukan.
• Setelah kontras mengisi lambung dan duodenum dibuat foto up right AP/PA.

Tanpa Fluoroskopi
• Tunggu kira – kira 5 menit, setelah kontras masuk.
• Buat radiograf RAO.
• Lihat hasilnya, bila kontras sudah memenuhi lambung, dibuat proyeksi lateral kanan dan PA
• LPO untuk melihat duodenum.
• Bila munkin dibuat up right AP atau PA.

PROYEKSI PEMOTRETAN
1. PA Oblique (RAO)
Posisi Pasien
Recumbent/prone

Posisi Obyek
• Abdomen diatur sehingga abdomen membentuk sudut 400– 700dengan tepi depan MSP.
• Lengan tangan sebelah kiri flexi ke depan.
• Knee joint flexi.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Daerah bulbus duodeni
• Stenik : 1-2 inchi dari lumbal ke-2.
• Asthenic : 2-5 inchi di bawah lumbal ke-2.
• Hiperstenic : 2-5 inchi di atas lumbal ke-2.

FFD
100 cm
Ekspose : ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Struktur ditampakkan adalah daerah lambung dan lengkung duodenum membentuk huruf C.
• Tampak bagian – bagian dari lambung bebas superposisi.
• Dapat menampakkan daerah yang mempunyai indikasi/kelainan.
• Tidak tampak kekaburan dan pergerakan.

2. Right lateral
Berfungsi memperlihatkan proses pada daerah retrogastric seperti divertikel, tumor, ulkus gastric, trauma pada perut dan batas belakang lambung.

Posisi Pasien
Pasien miring arah kanan.

Posisi Obyek
• Bahu dan daerah costae dalam posisi lateral.
• Batas atas kaset pada prosesus xiphoideus (Thorakal 9-10).
• Batas bawah kaset krista iliaka.
• Atur kaki dan dan tangan mengikuti kemiringan pasien.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
• Bulbus duodenum pada Lumbal ke-1.
• Stenik : 1-1,5 cm ke depan dari mid coronal plane.
• Astenic : 2 inchi di bawah Lumbal ke-1.
• Hiperstenic : 2 inchi di atas Lumbal ke-1.

FFD
100 cm
Expose : ekspirasi dan tahan nafas.

Kriteria Gambar
• Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum tercover celah retrogastric, pylorus dan lengkung duodenum akan terlihat jelas khususnya pada tipe hiperstenic.
• Lengkung duodenum terletak pada sekitar Lumbal ke-1.
• Dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan yang ada.

3. PA
Berfungsi untuk memperlihatkan polip, divertikul, gastritis, pada badab dab pylorus lambung.

Posisi Pasien
Berdiri/prone

Posisi Obyek
• MSP pada pertengahan meja/kaset.
• Batas atas kaset pada prosesus xiphoideus (Thorakal 9-10).
• Batas bawah kaset SIAS diyakinkan tidak ada rotasi abdomen.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
• Pada pylorus dan bulbus duodeni.
• Stenik : 1-2 inchi dibawah Lumbal ke-2 menuju lateral batas costae dan 1 inchi kekiri dari columna vertebrae.
• Astenik : 2 inchi dibawah Lumbal ke-2.
• Hiperstenik : 2 inchi di atas level duodenum.

FFD
100 cm
Expose : ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum.
• Korpus dan pylorus tercover.
• Struktur gambar dapat menampakkan jaringan dari lambung dan duodenum.
• Tampak struktur anatomis sesuai dengan kelainan dan patologi yang ada.

4. AP Oblique(LPO)
Berfungsi bila digunakan double kontras akan dapat memperlihatkan dengan jelas batas antara udara dengan dinding pylorus dan bulbus sehingga jelas untuk gastritis dan ulkus.

Posisi Pasien
Pasien recumbent punggung menempel kaset.

Posisi Obyek
• Dari posisi supine dirotasikan 300– 600 dengan bagian kiri menempel meja
• tungkai difleksikan untuk menopang
• Batas atas kaset pada prosesus xiphoideus (Thorakal 9-10).
• Batas bawah kaset krista iliaka.



Central Ray
Tegak lurus terhadap kaset.

Central Point
Pertengahan krista iliaka.
Stenik : Lumbal ke-1
Astenik : 2 inchi dibawah Lumbal ke-1 mendekat mid line
Hiperstenik : 2 Inchi diatas Lumbal ke-1

FFD
100 cm
Expose : ekspirasi dan tahan nafas.



Kriteria Gambar
• Struktur yang tampak daerah lambung dan duodenum.
• Bulbus duodenum tanpa superposisi dengan pylorus.
• Fundus tampak tertempeli BaSO4.
• Pada double kontras tampak batas body dan pylorus dengan batas udara.
• Tidak ada pergerakan dan kekaburan gambaran lambung dan duodenum.

Trnslate by

English French German Spain Italian Dutch Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google